IKHTISAR
SEJARAH SASTRA INDONESIA
PERIODE 1933-1942
DISUSUN OLEH :
2. DEDE PRATIWI SUSILOWATI ( 2222101678)
KELAS : 2 D
A. Peristiwa / Kejadian Penting Periode
1933-1942
Ø Lahirnya Majalah ’Pujangga Baru’. Majalah
mulai dikenal pada tahun 1920 yang memuat karangan-karangan berupa cerita,
sajak. Ada juga karangan-karangan tentang sastra seperti majalah Sri Poestaka (1919-1941), Pandji Poestaka (1919-1942), Jong Sumatra (1920-1926). Pada
pertengahan tahun 1930an terbit majalah Timboel (1930-1933) yang mula-mula
dalam bahasa Belanda, kemudian pada tahun 1932 terbit juga edisi bahasa
Indonesia dengan Sanusi Pane sebagai
Redaktur.
Pada tahun 1933, Armijn Pane, Amir
Hamzah dan Sutan Takdir Alisjahbana berhasil mendirikan majalah Poedjangga Baroe
(1933-1942 dan 1949-1953). Mulanya keterangan resmi tentang majalah itu
berbunyi “majalah kesustraan dan bangsa
serta kebudayaan umum”, tetapi sejak tahun 1935 berubah menjadi ”pembawa
semangat baru dalam kesustraan, seni, kebudayaan, dan soal masyarakat umum”dan
tahun 1936 bunyinya berubah pula menjadi “ pembimbing semangat baru yang
dinamis untuk membentuk kebuayaan persatuan Indonesia”.
v Pujangga Baru Yang Dilarang terbit.
Ketika Jepang masuk dan menduduki Indonesia, majalah Poejangga Baroe ini segera
dilarang terbit karena dianggap “kebarat-baratan”.
Tetapi setelah Indonesia merdeka, majalah ini diterbitkan kembali oleh Sutan
Takdir Alisjahbana dan staf redaksi yang diperkuat oleh tenaga muda seperti.
Chairil Anwar, Rivai Apin, Asrul Sani, Achdiat K. Mihardja, Dodong Djiwapradja,
Harijadi S. Hartowardojo ,S. Rukiah dan lain lain.
v Adanya Polemik. Polemik golongan
pujangga baru dengan kaum tua itu tidak hanya mengenai bahasa saja, karena
gerakan pujangga baru bukanlah hanya gerakan bahasa dan sastra belaka. Juga
mengenai soal-soal lainnya seperti kebudayaan, pendidikan, pandangan hidup
kemasyarakatan terjadi polemic yang seru. Sutan Takdir yang pro barat dan mengatakan
bahwa hanya dengan jalan mereguk ilmu dan roh barat sepuas-puasnya sajalah kita
dapat mengimbangi Barat, merupakan seorang polemis yang tajam dan bersemangat.
Ia berhadapan dengan Dr. Soetomo (1888-1938),
Ki Hajar Dewantara (1889-1958), yang hendak mempertahankan
tradisionalisme yang dianggap sebagai keprbadian bangsa. Sanusi Pane yang juga
turut aktif dalam polemik-polemik itu akhirnya menyatakn bahwa baginya Manusia
(Indonesia) baru haruslah merupakan campuran antara Faust (yang dianggap mewakili
roh kepribadian Barat) dengan Arjuna (sebagai wakil roh kepribadian Timur).
B. Tokoh-tokoh
Penting Periode 1933-1942
v Sutan Takdir Alisjahbana
Motor dan pejuang bersemangat gerakan pujangga baru ialah Sutan
Takdir Alisjahbana (Lahir di Natal pada tahun 1908). Ia telah sejak tahun 1929
muncul dalam panggung sejarah sastra Indonesia, yaitu ketika menerbitkan
romannya yang pertama berjudul “Tak Putus
Dirundung Malang”. Layar Terkembang merupakan roman takdir yang terpenting
Roman ini jelas bukan roman sekedar bacaan perintang waktu, melainkan sebuah
roman bertendensi. Roman ini biasanya dianggap sebagai salah satu roman
terpenting yang terbit pada tahun tiga puluhan, merupakan salah satu karya
terpenting pula dari para pengarang pujangga baru. Kecuali sebagai penulis
roman, Takdir terkenal sebagai penulis esai dan sebagai Pembina bahasa
Indonesia. Oleh Ir.S.Udin ia pernah disebut “insinyur bahasa Indonesia “. Atas
inisiatif Takdir melalui Poedjangga Baroe-lah maka pada tahun1938 disolo
diselenggarakan kongres bahasa Indonesia yang pertama. Sehabis perang Takdir
pernah menerbitkan dan memimpin majalah Pembina bahasa Indonesia (1947 – 1952).
Dalam majalah itu dimuat semua hal-ihwal perkembangan dan masalah bahasa
Indonesia. Tulisan-tulisannya yang berkenaan dengan bahasa kemudian diterbitkan
dengan judul dari perjuangan dan pertumbuhan bahasa Indonesia (1957). Dan
Takdir pun menulis sajak. Sajak-sajaknya yang ditulisnya dekat setelah kematian
istrinya yang pertama, diterbitkan sebagai nomor khusus majalah Poedjangga
Baroe berjudul “Tebaran Mega” (1936).
Dalam sajak-sajak itu tergambar pergaulan Takdir yang semula hampir tenggelam
dalam kesunyian teosofi Krishnamurti lalu bangkit menjadi pejuang bersemangat
yang gembira riang. Sajak-sajaknya terang dan jelas, kadang-kadang terasa
Prosais. Kecuali yang dimuat dalam Tebaran Mega masih ada pula beberapa
sajaknya yang tersebar dalam berbagai majalah.
v Armijn Pane
Organisator pujangga baru ialah Armijn Pane, aadiknya Sanusi Pane
yang tiga tahun lebih muda (lahir di muarasipongi pada tahun 1908). Tahun 1923
ia mengunjungi sekolah kedokteran (STOVIA dan kemudian NIAS) tetapi keinginan
hatinya tertumpu pada bahasa dan sastra, maka ia pindah ke AMS A-1 (sastra
barat) di solo. Kemudian ia bergerak di suratkabar dan perguruan kebangsaan.
Tahun 1933 ia bersama Takdir dan kawan sekolahnya, Amir Hamzah, menerbitkan
majalah Poedjangga Baroe.
Armijn terkenla sebagai pengarang roman Belenggu (1940) yang terbit
pertama kali dalam Poedjangga Baroe. Roman ini mendapat reaksi yang hebat, baik
melalu yang pro maupun yang kontra terhadapnya. Yang pro menyokongnya sebagai
hasil sastra yang berani dan yang kontra menyebutnya sebagai sebuah karya cabul
yang terlalu banyak melukiskan kehidupan nyata yang Selma itu disembunyikan di
belakang dinding-dinding kesopanan.
Cerpen-cerpenya bersama dengan yang ditulisnya sesudah perang,
kemudian dikumpulkan dengan judul kisah Antara Manusia (1953). Sedang
sandiwara-sandiwaranya dikumpulkan dengan judul Jiwa Berjiwa diterbitkan
sebagai nomor istimewa majalah Poedjangga Baroe (1939). Dan sajak-sajaknya yang
tersebar, kemudian dikumpulkan juga dan terbit dibawah judul Gamelan Jiwa
(1960). Ia pun banyak pula menulis esai dengan sastra yang masih tersebar dalam
berbagai majalah, belum dibukukan. Dalam bahasa Belanda, Armijn menulis Kort
Overzicht vande modern Indonesische Literatur (1949).
Gaya bahasa Armijn sangat bebas dari struktur bahasa Melayu. Dalam
karangan-karangannya ia pun lebih banyak melukiskan gerak kejiwaan
tokoh-tokohnya daripada gerak lahirnya. Inilah terutama yang membedakan Armijn
dengan pengarang sejamannya. Karena itu ia oleh beberapa orang penelaah sastra
Indonesia dianggap sebagai pendahulu angkatan sesuadah perang, paling tidak
dianggap sebagai “missing link” antara pengarang sebelum dan sesudah perang.
C. Karya
Sastra Penting Periode 1933-1942
Karya
sastra penting pada periode ini adalah Layar terkembang karangan Sutan takdir Alisjahbana
karena novel ini bertedensi, dengan kata lain novel ini memiliki maksud, makna
tertentu. Lalu novel ini berbeda dengan novel lain pada periode sebelumnya
sebab dalam novel ini menceritakan tentang kebangkitan serta feminisme kaum
perempuan Indonesia, padahal pada periode sebelumnya tema novel yang diangkat
oleh banyak pengarang di Indonesia adalah tentang perampasan hak terhadap kaum
perempuan, seperti kawin paksa dalam novel Siti Nurbaya dan lain-lain. Sehingga
novel ini menggebrak dunia kesusastraan Indonesia dengan mengangkat tema yang
berbeda dengan novel lain terbitan periode sebelumnya.
Tedensi
novel ini sebagai alat yang digunakan oleh pengarang untuk mendorong para kaum
wanita di Indonesia agar melakukan sebuah pergerakan, sudah waktunya kaum
wanita mengambil kembali haknya yang direnggut.
ANALISIS KARYA SASTRA
PERIODE 1933-1942
DI SUSUN OLEH :
1.MUCHAMMAD SEPTIAN ROHYADI ( 2222101734)
2.ALAM FAJAR DIMARA (
2222101702)
3.NURUL FARIDA ( 2222102003)
4.DEDE PRATIWI SUSILOWATI
( 2222101678)
KELAS : 2 D
A. ANALISIS
PUISI / SAJAK PERIODE 1933-1942
Judul Puisi : Buah Rindu
Pengarang : Amir
Hamzah
Buah rindu
Dikau
sambur limbur pada senja
Dikau
alkamar purnama raya
Asalkan
kanda bergurau senda
Dengan
adinda tajuk mahkota
Di
tuan rama-rama melayang
Di
dinda dendang sayang
Asalkan
kanda selang-menyelang
Melihat
adinda kekasih abang.
Ibu,
seruku ini laksana pemburu
Memikat
perkutut di pohon ru
Sepantun
swara laguan rindu
Menangisi
kelana berhati mutu
Kelana
jauh duduk merantau
Dibalik
gunung dewala hijau
Diseberang
laut cermin silau
Tanah
Jawa mahkota pulau….
Buah
kenanganku entah kemana
Lalu
mengembara kesini sana
Haram
berkata sepatah jua
Ia
lalu meninggalkan beta.
Ibu
lihatlah anakmu muda belia
Setiap
waktu sepanjang masa
Duduk
termenung berhati duka
Laksana
asmara kehilangan seroja.
Bunda
waktu tuan melahirkan beta
Pada
subuh kembang cempaka
Adakah
ibu menaruh sangka
Bahwa
begini peminta anakda?
Wah
kalau begini naga-naganya
Kayu
basah dimakan api
Aduh
kalau begini laku rupanya
Tentulah
badan lekaslah fani.
A.Analisis puisi berdasarkan model
pendekatannya terhadap karya sastra
Berdasarkan
model pendekatan terhadap karya sastra, kritik sastra digolongkan menjadi empat
tipe:
1.Kritik Mimetik (Mimetic
criticism)
Kritik mimetic
memandang karya sastra sebagai tiruan, pencerminan, atau penggambaran dunia
luar dan kehidupan manusia. Kriteria yang utama dikenakan pada karya sastra
adalah ‘kebenaran’ penggambarannya terhadap objek yang digambarkan atau hendak
digambarkan. Dalam puisi Buah rindu, mimetic terlihat pada baris yang berbunyi:
1.
Melihat adinda kekasih abang (Bait
ke2, Baris ke4)
2. Kelana jauh duduk merantau (Bait ke 4, Baris ke1)
3. Haram berkata sepatah jua (Bait ke5, Baris ke3)
4 .Ia lalu meninggalkan beta. (Bait ke5, Baris ke 4)
2.
Kritik Pragmatik
Kritik ini memandang
karya sastra sebagai sesuatu yang disusun yang mempuyai untuk mencapai
efek-efek tertentu pada pembaca. Kritik pragmatik cenderung menimbang nilai
karya sastra sesuai dengan keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut.
3. Kritik Ekspresif
Kritik
ekspresif mendefenisikan puisi sebagai ekspresi, curahan, ucapan perasaan, atau
sebagai produk imajinasi penyair. Kritik ini menghubungkan karya sastra dengan
pengarang. Puisi Buah Rindu merupakan refleksi dari Amir Hamzah yang merupakan
ungkapan isi hatinya pada saat itu.
4.Kritik Objektif
Kritik
ini menganggap karya sastra sebagai sesuatu yang berdiri bebas dari penyair,
pembaca, dan dunia sekitarnya. Kriteria utama dalam kritik objektif adalah kriteria
intristik. Puisi karya Amir Hamzah ini terdiri dari 32 baris. Penyair
menuliskan puisinya seakan bercerita. Dalam puisi ini, terdapat;
Majas Asosiasi
Contohnya:
Kayu
basah dimakan api
Majas
Hiperbola
Contohnya:
Dikau
sambur limbur pada senja
Dikau
alkamar purnama raya
Asalkan
kanda bergurau senda
Dengan
adinda tajuk mahkota
B. Analisis puisi berdasarkan
bentuk dan isinya
1. berdasarkan bentuknya
puisi
Buah Rindu mempunyai 32baris dengan bentuk seakan bercerita. Puisi ini tidak
mempunyai ritme akan tetapi puisi ini mempunyai rima:
Di
tuan rama-rama melayang
Di
dinda dendang sayang
Asalkan
kanda selang-menyelang
Melihat adinda kekasih abang
a.Majas Asosiasi
Kayu
basah dimakan api
Majas Asosiasi adalah
majas perumpamaan suatu perbandingan dua hal yang berbeda, namun dinyatakan
sama.
Dalam puisi ini maksud
dari penyair adalah perumpamaan dari kayu basah yang terbakar oleh api adalah
sesuatu hal yang tidak mungkin terjadi.
b.Majas Hiperbola
Dikau
sambur limbur pada senja
Dikau
alkamar purnama raya
Asalkan
kanda bergurau senda
Dengan adinda tajuk mahkota
Majas
Hiperbola adalah majas yang bersifat melebih-lebihkan sesuatu, hingga
mendapatkan susunan kata yang indah dalam puisi.
-Dikau sambur limbur pada senja
Maksud
pengarang bisa jadi dikau seperti penerang ketika aku menemui titik sulit dalam
hidup
-Dikau
alkamar purnama raya
Dikau
bagaikan penerang disaat aku menemui titik sulit dalam hidup. seperti bulan
purnama yang cahayanya terang berderang menerangi malam yang gelap gulita.
2. Bedasarkan isinya
Puisi
Buah Rindu merupakan puisi yang dibuat sebagai suasana hati pengarang pada saat
itu yang sedang dilanda rindu kepada kekasihnya namun kekasihnya merantau jauh
sehingga memutuskan dirinya begitu saja, ditengah kegalauan serta kerinduan
kepada gadis itu, Amir Hamzah pun menceritakan apa yang dialaminya kepada
ibunya.
Dikau
sambur limbur pada senja
Kamu
seperti penerang ketika aku menemui titik sulit dalam hidup
Dikau
alkamar purnama raya
Kamu
bagaikan penerang disaat aku menemui titik sulit dalam hidup. seperti bulan
purnama yang cahayanya terang berderang menerangi malam yang gelap gulita.
Asalkan
kanda bergurau senda
Asalkan aku bisa
bercanda dengan kamu
Dengan
adinda tajuk mahkota
Dengan kamu kekasihku
sebagai yang terindah yang paling utama dalam hidupku
Di
tuan rama-rama melayang
Kau kujadikan segalanya
dengan kupertuan hingga kau merasa kau memanglah segalanya
Di
dinda dendang sayang
Padamu aku merayu,
menggombal, menunjukkan rasa sayangku
Asalkan
kanda selang-menyelang
Asalkan aku bisa
mecuri-curi waktu
Melihat
adinda kekasih abang.
Agar dapat berjumpa
denganmu, kekasih hatiku
Ibu,
seruku ini laksana pemburu
Ibu, aku ingin
menceritakan apa yang terjadi padaku saat ini. Aku seperti seorang yang memburu
Memikat
perkutut di pohon ru
Dan mencoba menarik
hati seseorang yang mustahil sekali aku dapatkan karena orang itu mudah
menghilang dari hidupku dengan sekejap layaknya seekor burung perkutut yang
hinggap dipohon, mudah saja burung itu terbang kembali.
Sepantun
swara laguan rindu
Menangisi
kelana berhati mutu
Sebuah pantun lagu
rindu kubuat sebagai ungkapan hatiku yang sangat sedih karena kepergianmu
Kelana
jauh duduk merantau
Yang merantau jauh di
sana
Dibalik
gunung dewala hijau
Diseberang
laut cermin silau
Tanah
Jawa mahkota pulau….
Sedangkan aku disini
terus menantimu, aku tetap dipulau Jawa sedangkan dirimu diluar pulau Jawa
Buah
kenanganku entah keman
Lalu
mengembara kesini sana
Cerita tentang kita
berdua seakan telah pudar dimakan waktu karena terlalu lama tidak bertemu
Haram
berkata sepatah jua
Ia
lalu meninggalkan beta.
Kau meninggalkan aku
tanpa mengatakan apapun sebelumnya, tidak ada kabar, tiba-tiba memutuskanku begitu
saja
Ibu
lihatlah anakmu muda belia
Setiap
waktu sepanjang masa
Duduk
termenung berhati duka
Laksana
asmara kehilangan seroja.
Ibu aku ingin bercerita
padamu, aku masih muda waktunya mencari cinta namun setiap hari yang kupikirkan
hanyalah dia padahal dia telah meninggalkan aku, meninggalkan kenangan yang
kita buat bersama. Aku sangat sedih, aku merasa sangat kehilangan dirinya
Bunda
waktu tuan melahirkan beta
Pada
subuh kembang cempaka
Adakah
ibu menaruh sangka
Bahwa
begini peminta anakda?
Ibu, waktu ibu
melahirkan aku, tidak akan terbesit dalam pikiranmu bu, bahwa pada saat aku
membutuhkan cinta justru cinta itu meninggalkan aku. Aku tidak meminta
dilahirkan dalam penderitaan cinta ini bu.
Wah
kalau begini naga-naganya
Kayu
basah dimakan api
Aduh
kalau begini laku rupanya
Tentulah
badan lekaslah fani.
Kalau
begini keadaannya, seperti sesuatu yang tidak mungkin terjadi namun kalau
begini suasana hatiku yang selalu bersedih hati karena ditinggal kekasihku
bisa-bisa aku akan meninggal sebab selalu memikirkannya.
B. ANALISIS
DRAMA PERIODE 1933-1942
Judul Drama/Buku :
Sebuah Sandiwara Dalam 14 Babak KEN AROK
Pengarang : Saini K.M.
Penerbit : Balai Pustaka
Sinopsis
Ken Arok adalah
seorang pemimpin rampok yang ditakuti oleh rakyat kediri. Ken Arok dan
kelompoknya sering merampok penduduk atau siapa saja yang berada di Kediri.
Kelompok ini terkenal sangat kejam bahkan tidak segan-segan membunuh orang yang
dirampoknya. Hasil rampok dibagi-bagikan pada anak buahnya dan digunakan untuk
bersenang-senang dan berjudi.
Sebagai raja
Kediri, Kertajaya tidak bisa tinggal diam. Ia sudah berkali-kali mengirim
prajuritnya untuk menangkap Ken Arok dan kelompoknya. Akan tetapi usahanya
gagal, karena kelompok Ken Arok sangat tangguh. Sebagai jalan keluarnya, akhirnya
Kertajaya mengutus para pendeta untuk menemui Ken Arok berharap semoga para
pendeta berhasil membujuknya kembali ke jalan yang benar.
Sebelum para
pendeta yang diutus pergi menemui Ken Arok, terlebih dahulu merekan singgah di
Tumapel. Tumapel ini berada di bawah kekuasaan Kediri. Mereka menemui Akuwu
Tumapel yaitu Tunggul Ametung untuk membicarakan masalah tersebut. Tunggul
Ametung mendukung usul rajanya. Para pendeta yang diutus pun pergi menemui Ken
Arok di hutan karena memang tempat Ken Arok adalah di sana. Ken Arok mau
menerima usul dari pendeta akan tetapi dengan satu syarat dirinya harus
dijadikan pengawal Akuwu Tumapel.
Singkat cerita
Ken Arok telah menjadi pengawal Tumapel beserta kelompoknya. Di balik semua itu
rupanya Ken Arok punya rencana lain yaitu membunuh Tunggul Ametung karena Ken
Arok ingin menguasai daerah tersebut sekaligus ingin memiliki Ken Dedes, istri
Tunggul Ametung yang memang sangat cantik. Dengan menghalalkan segala cara
akhirnya Ken Arok berhasil menyingkirkan Akuwu Tumapel bahkan Empu Gandring
seorang pandai keris pun menjadi korbannya karena Empu Gandring belum
menyelesaikan keris pesanannya.
Tak lama
kemudian Ken Arok dapat menguasai Tumapel dan dia menjadi raja sekaligus
memperistri Ken Dedes walaupun secara paksa. Nama Tumapel diganti dengan
Singasari. Berita tentang kematian Tunggul Ametung telah sampai ke Kediri. Kini
yang menjadi raja ialah Ken Arok dan Ken Arok ingin menguasai Kediri. Menurut
salah satu pendeta, Kertajaya tidak pernah takut pada siapa pun kecuali pada
Betara guru. Hal ini dimanfaatkan oleh Ken Arok. Ken Arok meminta pendeta
lohgawe untuk mengangkatnya menjadi Betara Guru. Ken Arok berencana akan
menyerang kediri. Berita tersebut telah didengar oleh Kertajaya. Apalagi
setelah tahu yang akan menyerang wilayahnya adalah Betara Guru, maka tanpa
diduga Kertajaya menghunuskan kerisnya pada dirinya sendiri.
Delapan belas
tahun berlalu, Kerajaan Singasari meluas. Banyak tempat judi, mabuk-mabukan dan
berpoya-poya. Sementara Ken Dedes tidak bisa berbuat apa-apa. Ken Dedes
memiliki putera empat, putera pertama adalah Anusapati, anak dari Tunggul
Ametung, kemudian anak dari Ken Arok tiga orang yaitu Wong Ateleng, Panji
Saprang, dan Agnibaya. Anusapati kini sudah remaja dan berada bersama kakeknya
di Panawijen untuk menuntut ilmu. Anusapati mengetahui kalau dirinya bukan anak
kandung Ken Arok dan Anusapati pun telah tahu bahwa ayah kandungnya Tunggul
Ametung yang telah dibunuh oleh Ken Arok.
Semasa
Pemerintahan Ken Arok, banyak rakyat menderita. Anusapati tak dapat membiarkan
itu. Anusapati bersama orang-orang yang tertindas berontak dan berencana akan
membunuh Ken Arok. Dan siang harinya ketika pesta sedang berlangsung di Keraton
Singasari, tanpa diduga Anusapati telah berhasil membunuh Ken Arok dengan
bantuan orang desa. Akhirnya Anusapati naik tahta. Dia mengganti Ken Arok
menjadi raja Singasari.
Bagian Yang Menarik
BABAK VIII
Di Lulumbang, di bengkel pandai besi Mpu Gandring,
siang.
Adegan I
Mpu Gandring sedang bekerja di bengkelnya. Muncul
Ken Arok dengan Tita.
Tita : "Selamat
siang, Mpu."
Mpu : "Selamat siang. Ah,
rupanya kalian. Kapan dari Karuman?"
Ken Arok : "Tadi pagi
Mpu."
Mpu gandring : "Apa kabar
ayahmu?"
Ken Arok : " baik, Mpu. Terima
kasih."
Mpu Gandring : " Sudah lama
sekali aku tidak bertemu dengan Bango
Samparan. Kudengar usahanya maju,
ya?"
Ken arok : "Lumayan,
Mpu."
Mpu Gandring : "Syukur. Kau
sendiri, kudengar kau bekerja pada Akuwu
Tumapel?"
Ken Arok : " Benar, Mpu."
Mpu Gandring : " bagus.
Daripada hidup liar, tanpa masa depan yang jelas,
lebih baik pilih hidup yang wajar.
Kesempatan untuk maju
bukannya tidak terbuka kalau kau
hidup secara wajar."
Ken Arok : " (Tertegun,
lalu tersenyum) Perkataan Mpu benar sekali."
Mpu Gandring : " Syukur kalau
kau paham. (kepada Tita) Dan kau Tita,
bagaimana ayahmu si Siganggeng.
Masihkah ia jadi kepala
desa?"
Tita : " pernah berhenti
sebentar, Mpu, sekarang bekerja kembali
sebagai kepala desa setelah kami
bekerja pada Akuwu
tumapel."
Mpu gandring : '" syukur.
Tampaknya kalian maju. Pakaian kalian sekarang
lebih cocok untuk mata."
Tita : " Begitukah, Mpu?"
Mpu Gandring : "Mengapa
tidak?"
Ken Arok : " Mpu, bagaimana
dengan keris pesanan saya?"
Mpu Gandring : "Sudah
kubilang, keris yang baik hanya dapat diselesaikan
dalam satu tahun. "
Ken Arok : "Apa tidak bisa
dipercepat?"
Mpu Gandring : " Tidak Arok,
membuat keris tidak hanya berarti menempa
atau menyepuh. Membuat keris
berarti bertapa, samadi,
memuja, membakar dupa dan
seterusnya. Keris yang dibuat
secara sembarang akan membahayakan
pemiliknya."
Ken Arok : "Rasanya enam bulan
cukup lama Mpu."
Mpu Gandring : " Enam bulan
terlalu singkat. Aku tidak bisa
mempertanggungjawabkan keris yang
dibuat sesingkat itu.
Ada pandai keris yang membuat keris
dalam dua bulan, tapi
bagiku yang begitu bukanlah keris.
Itu mainan anak-anak
yang berbahaya."
Ken Arok : " Dapatkah saya
melihat keris pesanan saya?"
Mpu Gandring : " Mengapa
Tidak? (Pergi ke tempat penyimpanan keris, lalu
mengambil satu dan menyerahkannya kepada Ken Arok).
Tita : " Alangkah
bagusnya."
Mpu Gandring : " Kau lihat
gagangnya belum selesai."
Tita : " Dengan gagangnya yang
setengah selesai itu matanya
semakin tampak kebagusannya."
Mpu Gandring : " Tidak hanya
bagus dipandang mata, Tita, keris ini tidak akan
bengkok. Bahkan baju zirah yang
tipis bisa ditembusnya
kalau ditusukan oleh tangan yang
kuat."
Ken Arok : "Jadi saya tidak
dapat membawanya sekarang juga?"
Mpu Gandring : " Jelas tidak.
Aku tidak dapat mempertanggung jawabkannya
di kemudian hari."
Ken Arok : " Mpu dapat bertapa
dan menyajikan sajen baginya walaupun
saya membawanya sekarang,
bukan?"
Mpu Gandring : " Kau ini tidak
sabar benar, Arok. Apakah kau akan
membunuh orang?"
Ken Arok : " Tidak, Mpu (menusukkan
keris ke tubuh Mpu Gandring) ."
Tita : " Arok!"
Mpu Gandring : " Kau…Binatang!
(Ken Arok mencabut keris dari tubuh Mpu
Gandring, lalu membersihkannya dengan tak acuh. Kau
sendiri akan mampus oleh keris itu, juga tujuh
keturunanmu….kau tidak bisa lolos….(mati).
Tita : "Mengapa kau bunuh
orang tua itu?"
Ken Arok : " Ada tiga tujuan
yang hendak kucapai. Pertama,aku tidak
usah membayar pada orang tua itu,
yang lainnya kau akan
tahu kemudian…."
Tita : "Kau sungguh tak
terduga, Arok."
Analisis Unsur Intrinsik Drama Ken
Arok
1.
Tema : Seorang perampok yang ingin berkuasa
2.
Amanat : Amanat yang terkandung dalam cerita drama tersebut adalah bahwa
sebagai manusia kita tidak boleh berbohong dan berkhianat.
3.
Alur : Campuran
Penyebab
terjadinya konflik yaitu ketika Ken Arok dibujuk untuk bertobat dan Ken Arok
bersedia asalkan menjadi pengawal Tunggul Ametung. Hati Ken Arok memang jahat
karena dia punya rencana lain. Karena tertarik oleh istri tunggul Ametung. Ken
Arok tega membunuh Tunggul Ametung, dan disinilah puncak konflik terjadi yaitu
ketika Arok berhasil membunuh Akuwu Tumapel dan memperistri Ken Dedes. Selain
itu Arok menjadi raja dan merubah Tumapel menjadi Singasari. Konflik sedikit
demi sedikit menurun sehingga setelah 18 tahun kemudian timbul konflik kembali
yaitu Anusapati, anak dari Ken Dedes dari Tunggul Ametung berencana membunuh
Arok ayah tirinya yang telah membunuh ayah kandungnya.
4.
Tokoh :
a.
Ken Arok : penjahat, kemudian menjadi raja Singasari.
b.
Kertajaya : Raja kediri
c.
Lohgawe : pendeta, ayah angkat Ken Arok.
d.
Tunggul Ametung : Akuwu Tumapel.
e.
Ken Dedes : istri Tunggul Ametung, kemudian menjadi istri Ken Arok.
f.
Anusapati : anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung.
5.
Latar :
Drama ini lebih
banyak menampilkan latar kerajaan. Ceritanya sendiri seputar kerajaan walaupun
walaupun diselingi latar hutan belantara sebagai tempat Ken Arok sebelum
menjadi raja. Latar yang diambil adalah kerajaan Jawa maka otomatis budaya yang
ditampilkan adalah budaya Jawa dengan mengangkat kesenian Jawa pula seperti
seni gamelan yang mendukung suasana kerajaan.
6.
Sudat Pandang Pengarang : Pengarang menempatkan dirinya sebagai orang ketiga
karena dia menceritakan orang lain.
7. Gaya Penulisan :
Bahasa yang
digunakan ialah bahasa percakapan sehari-hari. Tidak menggunakan bahasa melayu.
Setiap tokoh memiliki ciri khas bahasanya seperti untuk tokoh Ken Arok memiliki
contoh bahasa pertentangan karena cenderung sebagai tokoh antagonis dan
berwatak pembangkang. Berbeda dengan tokoh pendeta lohgawe, yang menggunakan
bahasa penegasan karena tokoh tersebut merupakan tokoh yang berpikiran dan
berpandangan serius dan mungkin sekali penuh idealis.
C.ANALISIS
NOVEL / ROMAN PERIODE 1933-1942
Judul Novel / Roman :
Layar
Terkembang
Pengarang : Sutan
Takdir Alisjahbana
Takdir
menjelaskan bahwa para wanita di masa lalu adalah wanita yang mempunyai
karakter yang lemah, tidak mandiri dan kolot, karakter ini akan terkikis karna
peningkatan pendidikan wanita. Di novel Layar Terkembang ini diketahui bahwa
ada dua karakter yaitu Tuti dan Maria. Karakter Maria di, akhir cerita
karakternya dimatikan oleh Takdir karena dia memprediksikan di masa yang akan
datang perempuan itu terdidik, kreatif, pekerja keras, inisiatif hidup mandiri
seperti digambarkan dalam karakter Tuti.
Jika
wanita memiliki predikat wanita modern, maka harus memiliki tiga karakteristik
yaitu: Kebebasan, kreatifitas dan kepercayaan diri, disamping menjadi wanita
karir dia dapat melakukan tugas tanggung jawab publik dan domestik. Dalam
proses pembelajaran siswa diajak untuk memahami karya Takdir, khususnya Layar
Terkembang untuk mendiskusikan novel, dengan cara menonton film atau video
tentang beberapa figur wanita penting yang diketahui dan masalah yang di hadapi
dimasyarakat, disamping mereka diajak untuk mewawancarai figur wanita di kota
dan mencari imformasi tentang problem wanita sampai organisasi wanita.
Untuk
melakukan kegiatan ini siswa dapat memperoleh poin penting berkaitan dengan
masalah wanita dan mengerti sejarah wanita dimasa lalu, masa sekarang dan masa
yang akan datang. Pemerolehan materi dan analisis siswa, mereka diajak untuk
mendiskusikan novel. Melalui tulisan ini, penulis akan mempersembahkan cerita
fiksi yaitu Layar Terkembang oleh Sultan Takdir Alisyahbana.
Di
dalam cerita ini ada dua karakter wanita utama; Tuti dan Maria. Tuti adalah
seorang yang berbakat pintar / cerdas, seorang wanita yang kuat, pekerja keras,
mandiri dan dia juga sebagai seorang pemimpin organisasi Putri Sedar yang menuntut kesamaan hak. Maria
adalah karakter yang lemah, mudah sedih, bergantung kepada orang lain, wanita
yang kolot.
Kutipan yang ada
pada Novel ini yaitu “ Matahari ” telah hampir terbenam di balik
gunung tanah Pasundan. Bernyala-nyala rupa mega diwarnainya, kuning, merah, dan
ungu Dan di seluruh rumah sakit yang putih jernih di kaki pegunungan itu, “ sunyi senyap “ seolah-olah ia pun tiada
hendak mengusik kepermaian alam pada senja raya itu.
Tema Roman ini
memperkenalkan masalah wanita Indonesia yang mulai merangkak pada pemikiran
modern. Kaum wanita mulai bangkit untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai
wanita, berwawasan luas, serta bercita-cita mandiri. Masalah lain yang
dipersoalkan dalam roman ini, yaitu masalah kebudayaan barat dan timur. Juga
termasuk masalah agama. Roman ini menampilkan cinta kasih antara Yusuf, Maria,
dan Tuti. Amanat atau Pesan - Cinta
dan pengorbanan kadang selalu berjalan seiring. - Dibalik kelebihan seseorang
terdapat kelemahan. Latar -
Tempat di Gedung Akuarium di Pasar Ikan. Alur : Maju. Sudut
Pandang : Orang ke-3 yang ditandai dengan menggunakan nama
dalam menyebutkan tokoh-tokohnya. Gaya
Penulisan : Didalam novel ini banyak ditemukan majas
personifikasi dan banyak menggunakan bahasa Melayu sehingga terlihat agak rancu
dan sulit dimengerti.
ANALISIS :
Analisis Intrinsik
1.Tokoh dan Penokohan
Tuti : seorang wanita yang
memiliki wawasan dan pemikiran modern. Ia mencoba menyamakan hak kaum wanita
dengan kaum pria.
Maria : adalah adik Tuti, yang
sangat periang.
Yusuf : seorang pemuda
terpelajar yang modern. Ia adalah mahasiswa kedokteran. Sifatnya baik hati dan
berbudi luhur.
Supomo : seorang pemuda
terpelajar yang baik hati dan berbudi luhur.
Wiriaatmaja : Ayah dari Maria dan
Tuti, seorang yang memegang teguh agama,baik hati dan penyayang.
Partadiharja : Adik Ipar
Wiriaatmaja, seseorang yang baik hati, teguh pendirian dan peduli antar sesama.
Saleh : Adik Partadiharja, seorang
lulusan sarjana yang sangat peduli akan alam sehingga ia mengabdikan diri
sebagai seorang petani.
Rukamah : Sepupu Tuti dan Maria,
seseorang yang baik hati dan suka bercanda.
Ratna : Istri saleh, Seorang petani
yang pandai dan baik hati.
Juru Rawat : Seorang yang baik hati.
2.Tema
Roman ini memperkenalkan masalah
wanita Indonesia yang mulai merangkak pada pemikiran modern. Kaum wanita mulai
bangkit untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai wanita, berwawasan luas, serta
bercita-cita mandiri. Masalah lain yang dipersoalkan dalam roman ini, yaitu
masalah kebudayaan barat dan timur. Juga termasuk masalah agama. Roman ini
menampilkan cinta kasih antara Yusuf, Maria, dan Tuti.
3.Amanat atau Pesan
- Cinta dan pengorbanan kadang
selalu berjalan seiring.
- Dibalik kelebihan seseorang
terdapat kelemahan.
4. Latar
- Tempat : 1) Gedung
Akuarium di Pasar Ikan,
2) Rumah Wiriaatmaja,
3) Mertapura di Kalimantan Selatan,
4) Rumah Sakit di Pacet,
5) Rumah Partadiharja,
6) Gedung Permufakatan.
- Waktu :
Tahun 30-an
5. Alur :
Maju
6. Sudut Pandang : Orang ke-3 yang ditandai dengan menggunakan nama
dalam menyebutkan
tokoh-tokohnya.
tokoh-tokohnya.
7. Gaya Penulisan : Didalam novel ini banyak ditemukan majas
personifikasi dan banyak menggunakan bahasa Melayu sehingga terlihat agak rancu
dan sulit dimengerti.
Kaitan Tema Karya dengan Zaman.
Dalam novel ini diceritakan tentang
kaum wanita yang mulai bangkit untuk memperjuangkan hak-haknya yang
mempunyai wawasan luas dan bercita-cita tinggi. Hal tersebut sesuai dengan
zaman pembuatan novel ini yang kala itu gelora Sumpah Pemuda masih bergema.
Baik kaum pria maupun wanita aktif dalam berbagai organisasi kepemudaan.
UNSUR EKSTRINSIK
- Agama
Pendekatan agama merupakan
pendekatan yang berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan.
Pada novel Layar Terkembang karya
Sultan Takdir Alisyahbana menjelaskan bahwa para kaum yang terpelajar hanya
menjalankan perintah agama bila tak ada lagi yang bisa diperbuat di dunia.
Mereka tidak takut dengan kematian, karena menurut kaum terpelajar masih banyak
yang harus dijalani dalam hidup ini. Padahal hal ini tidak baik, karena
seharusnya kita menjalankan perintah agama dari sekarang, tidak harus menunggu
hari tua. Hal ini dapat diketahui sesuai kutipan berikut:
“ucapannya itu keluar dari mulutnya
dengan senyum. Tetapi Tuti……menghadapi hidup?” (hlm. 29)
2.
Psikologi
Pendekatan psikologi adalah pendekatan ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku
manusia dalam hubungan dengan lingkungannya.
“o, sejak perjuangan batinnya
beberapa bulan ini, telah berapa kalikah….beberapa lamanya” (hlm. 123)
Kutipan di atas menggambarkan
konflik batin seorang tokoh bernama Tuti yang mengalami perjuangan batin pada
saat dia harus memilih antara menerima Supomo untuk menjadi suaminya atau
menolaknya. Sebenarnya Tuti tidak merasakan sesuatu perasaan yang khusus
terhadap Supomo, namun ia di kejar rasa ketakutan mengingat usianya yang sudah
terlampau cukup untuk menikah. Jika Tuti menjadi istri Supomo, itu berarti dia
membohongi dirinya sendiri.
3.
Sosiologi
Pendekatan sosiologi adalah
pendekatan telaah tentang lembaga dan proses sosial manusia yang objektif dan
ilmiah dalam masyarakat. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat
dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada.
Novel ini menceritakan bahwa sesama
manusia, apalagi sesama kaum pelajar harus saling membantu. Bantuan itu dapat
berupa beasiswa bagi pelajar yang tidak mampu.
Perhatikan kutipan berikut:
“Kaum student kita perlu….pertama
organisasinya harus baik” (hlm. 106-108)
4.
Feminisme
Pendekatan feminisme pada dasarnya
adalah suatu pendekatan yang berfokus pada keberadaan dan masalah gender
perempuan dalam karya sastra dari sudut pandang perempuan yang terlihat pada
tokoh Tuti.
Tuti adalah seorang gadis yang
selalu aktif dalam kegiatan wanita. Tuti memperjuangkan hak-hak wanita. Dia
tidak ingin bila perempuan pada masa kini bergantung kepada laki-laki.
Perempuan masih diikat dengan adat dan perempuan tidak dapat mengetahui dunia
lebih luas. Hal ini bisa dilihat dalam kutipan berikut:
“Dan untuk menjaga supaya…dunia
tiada diketahuinya” (hlm.38)
KRITIK:
- Secara keseluruhan isi
cerita ini sangatlah bagus. Alur yang ditulis sudah runtut dimulai dari
pengenalan, klimaks, antiklimaks, hingga penyelesaian yang sangat dramatis.
Novel ini bisa membawa para pembaca seolah-olah menjadi audiens dalam sebuah
drama percintaan yang mengharukan. Kisah ini mengingatkan kita bahwa setiap
insan pasti akan mempunyai pasangan hidup jika Sang Penguasa telah
menakdirkannya yang mana ia akan menjadi pendamping hidup kita dikala kita suka
maupun duka. Sayangnya novel yang pertama kalinya terbit di tahun 1936 ini
sepertinya kurang diminati para remaja. Padahal temanya pun tak jauh dari
realita kehidupan kita. Tatanan bahasa yang dipakai adalah Melayu sehingga
kurang bisa dipahami para pembaca. Tatanan kalimatnya tidak efektif sehingga
muncul berbagai kalimat ambigu yang menimbulkan missunderstanding pembacanya. Pemakaian
bahasa yang tidak komunikatif dalam dialog antar tokoh, kurang menggugah para
pembaca untuk melanjutkan ceritanya hingga akhir.
- Pada masa pra kemerdekaan,
karya-karya sastra yang genre dominannya roman malah sudah menampakkan
kecenderungan nasionalisme itu, pada masa balai pustaka dan pujangga baru sudah
banyak karya-karya yang bermuatan politik, karya-karya sarat kritik terhadap
pemerintah kolonial. Roman seperti”Layar Terkembang” Sutan Takdir Alisyahbana
termasuk roman yang mengusung ide-ide nasionalisme. Ide-ide itu diselipkan
dalam tema-tema percintaan, adat, dan agama. Dalam ”Layar Terkembang”, tokoh
Tuti menjadi representasi generasi muda yang mampu mencerminkan bangsanya.
- Sutan Takdir Alisjahbana
mencoba melihat situasi yang menggambarkan sikap keberpihakan pada
orang luar seperti diceritakannya secara panjang lebar dalam Layar Terkembang.
Takdir tampaknya tidak berangkat atas nama agama, tetapi lebih atas nama
rasionalisme (tentu karena ia berkenalan dan berkat konstruksi “pendidikan
modernnya”). Diceritakan dalam novel itu, Tuti yang progresif, rasional,
emansipatif, efektif, sesuatu yang berlawanan dengan sifat-sifat Maria. Sutan
Takdir Alisjahbana berteriak lantang menganjurkan agar
bangsa Indonesia meniru dan berorientasi ke Barat. Hanya dengan itu,
menurutnya, bangsa Indonesia akan mencapai kemajuan. Salah satu novel
Sutan Takdir Alisjahbana yang tampak mengusung gagasannya mengenai semangat
Barat adalah Layar Terkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar