Nama : Dede
Pratiwi Susilowati
Kelas : 3
D Diksatrasia
Nim : 2222101678
WONG
ASU
Salah
satu cerpen karya Djenar Maesa Ayu yang berjudul Wong asu yang ada dalam buku
kumpulan cerpen hasil buah tangannya ‘Mereka bilang saya monyet’ terinspirasi dari Legenda wong asu karya seno
gumira ajidarmara. Ini merupakan cerpen yang cukup berani dalam segi gaya
bahasa yang bisa dibilang sangat nyeleneh dan tergolong fulgar sehingga sasaran
utama pembaca cerpen wong asu ini harusnya pembaca dewasa yang berfikiran
terbuka tentunya. Cerpen ini sesungguhnya ingin memberi tahu kita melalui
dialog dua orang dewasa, seorang wanita dan seorang pria. Sang wanita
menceritakan tentang seorang pria yang berkelakuan bak binatang bahkan bisa
dikatakan lebih dari binatang yang disebutnya wong asu.
Wong
asu sebut wanita itu pada pria yang dianggapnya binatang itu sepertinya adalah
seorang penulis yang gaya tulisannya memang sangat fulgar dan jauh dari tata
krama adat budaya timur, tak banyak penulis mengambil aliran frontal serta
fulgar macam Wong asu ini. Dia menulis cerpen, tentu saja semua orang tahu
bahwa cerpen itu adalah sebuah hasil karya imajinasi pengarangnya yang jelas
saja fiksi dan tak nyata namun ada pula sih yang mengambil dari kisah nyata.
Hal itulah yang membutakan mata wanita itu. Dia percaya seutuhnya pada Wong
asu, pria yang ditemuinya beberapa waktu yang lalu di bibir pantai. Wong asu
menceritakan banyak mengenai kisah hidupnya pada wanita itu, pilu, mengiris
hati, prihatin yang amat sangat mungkin dirasakan oleh wanita itu tatkala
mendengar kisah hidup yang Wong asu ceritakan padanya.
Wong
asu menenggelamkan masa kecilnya yang kelam dengan menulis cerpen yang bisa
dibilang ‘cabul’. Sehingga dengan menulis begitulah dia dapat mengobati tekanan
batin yang dialaminya dulu. Wong asu mengalami pelecehan seksual yang parah
pada saat dia berumur delapan tahun, kedua orangtuanya biadab sekali
memperlakukan anak sekecil itu dengan sangat tidak ada rasa manusiawi serta
tidak bernorma sekali. Sangat geram dengan sikap orangtua Wong asu yang sangat
biadap dan lebih mirip binatang inilah yang sang wanita dalam cerpen Wong asu
sangat amat prihatin sehingga wanita itu membunuh kedua orangtua Wong asu agar
lepas sudah penderitaan Wong asu selama ini.
Ternyata
sangat mencenggangkan sekali ketika wanita itu mengetahui bahwa semua cerita
yang pernah diceritakan Wong asu padanya adalah imajinasi Wong asu belaka,
semuanya hanya fiksi, bagian dari sebuah cerita yang tidaklah n yata adanya.
Padahal wanita itu telah membunuh orangtua Wong asu. Gila, saya rasa wanita itu
hampir gila. Dia tertipu mentah mentah, sebenarnya tak ada kasus pelecehan
seksual yang dialami Wong asu semasa kecil, sebenarnya orangtuanya baik-baik
saja, mereka seperti manusia normal pada umumnya, berbeda sekali dengan apa
yang dikatakan Wong asu pada wanita itu. Wanita itupun kini mencari Wong asu
untuk dibunuhnya juga sekalian. Gila, kurang waras, memang semua terasa begitu
pekat pada wanita itu kini. Dia bahkan membunuh seekor anjing yang dia temui di
pantai saat itu juga dengan melemparkan anjing itu sebongkah karang yang
berukuran sedang dan kemudian dia lemparkan lagi pada anjing malang itu karanng
yang berukuran besar sehingga anjing tersebut mati. Ironis memang wanita itu
menganggap cerita Wong asu adalah cerita nyata padahal hanya sebuah fiksi
imajinasi.
MELUKIS JENDELA
Salah
satu cerpen unik lainnya karya Djenar Maesa Ayu yang berjudul Melukis Jendela
ini merupakan cerpen yang sangat menarik dan layak dibaca sebagai bacaan ringan
yang tidaklah menjemukan. Seperti biasa, gaya bahasa Djenar Maesa Ayu yang
terkenal frontal, dan jauh dari cerpen pada umumnya yang beredar dipasaran
sehingga cerpen ini layak sekali dibaca oleh anda yang tentu saja berfikiran
terbuka akan hal-hal tabu.
Cerita ini bermula ketika seorang gadis cilik
bernama Mayra yang tenggelam dalam hobinya melukis, dikamarnya terpampang
lukisan ibunya. Gadis kecil itu masih duduk dibangku sekolah dasar, ayahnya
adalah seorang penulis ternama yang kaya raya. Sehingga keberadaan Mayra
disekolah menjadi pergunjingan teman-temannya yang notabennya kebanyakan
berasal dari keluarga biasa saja. Mayra pulang pergi sekolah di antar jemput
oleh mobil dan supir pribadi, dan yang seperti itu hanya Marya saja
disekolahnya, maka tidak lah mengherankan apabila banyak teman Mayra yang
merasa kesenjangan sosial itu terlalu jauh dan membuat gadis kecil itu akan
bersikap angkuh. Mereka, teman laki-laki Marya disekolah melakukan intimidasi
terhadap dirinya dengan melakukan pelecehan seksual. Hal itu agaknya membuat
kondisi kejiwaan Mayra agak terganggu apalagi ditambah ayahnya yang selalu
sibuk dan hampir jarang berada dirumah. Mayra sebenarnya membutuhkan sosok ibu
yang dapat menyayangi dengan penuh kelembutan, namun sayangnya hal itu tidak
akan pernah terjadi sebab tidak ada seorangpun yang tahu dimana ibu kandung
Mayra sekarang berada.
Mayra gadis kecil itu terlalu lemah untuk mengalami
segala kekejaman hidup, dia bahkan berkhayal pada saat memandangi lukisan
jendela ia membayangkan dirinya bercinta dengan pria dewasa di tepian pantai,
lalu ia pun membayangkan semua teman yang melakukan pelecehan terhadapnya dia
potong bagian kemaluannya, sungguh imajinasi yang terlalu liar bagi seorang
gadis kecil seusianya, lalu yang terakhir dia membayangkan dirinya dijemput
malaikat malaikat kecil yang sangat cantik. Di akhir cerita Mayra ternyata
bunuh diri dikamarnya sendiri, sungguh tragis.
Perbedaan
mencolok antara cerpen Wong asu dan cerpen Melukis jendela adalah dalam cerpen Wong
asu agak bisa ditolerir tentang ke fulgaran gaya bahasa serta nyelenehnya jalan
cerita si wanita yang membunuh orang hanya karena mendengar cerita yang
ternyata fiksi, sedangkan di cerpen Melukis Jendela ada sebuah kejanggalan yang
kentara sebab tokoh utama yang notabennya adalah gadis kecil yang secara umur
belum bisa merasakan seksualitas, lagipula di kehidupan nyata pun tidak mungkin
terjadi menginggat umur gadis kecil yang terlalu dini. Menurut saya itu saja
yang menjadi perbedaan antara kedua cerpen karya Djenar Maesa Ayu ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar