Minggu, 06 Januari 2013

KAJIAN NOVEL MELALUI PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA NOVEL DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH-BUYA HAMKA



KAJIAN NOVEL MELALUI PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA
NOVEL DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH-BUYA HAMKA






Di susun Oleh:
DEDE PRATIWI           2222101678

Kelas: IV D
Prodi : Diksatrasia
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2012

KAJIAN NOVEL MELALUI PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA
NOVEL DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH-BUYA HAMKA
1.ANALISIS
1.Analisis unsur Intristik novel Di bawah lindungan ka’bah
a.       Tema              : Cinta yang tidak akan pernah terbalas
b.      Latar
a.latar tempat : Saudi Arabia, Mekkah, Padang.
b.latar waktu  : Tahun 1987
c.latar lingkungan : Sumatera Barat
c.       Penokohan
a.Aku    : Baik hati, teguh pendiriannya, taat beribadah, memegang janji dengan kukuh.
b.Hamid: Baik hati, mencintai seseorang dengan tulus, taat beribadah, patuh kepada orang tua.
c.Zainab: Berbudi pekerti baik, mencintai seseorang dengan tulus, taat beribadah.
d.Saleh  : Teman yang baik, suami yang taat, taat beribadah.
e.Engku Haji Ja’far : Berbudi pekerti baik, belas kasih pada orang kurang mampu
f.Asiah : Berbudi pekerti baik, welas asih, tidak membedakan orang dari hartanya.
g.Rosna: Istri yang taat, sahabat yang baik
d.      Alur              : Maju dan Mundur
e.       Gaya bahasa : Melayu
f.       Sudut pandang : orang pertama dan orang ketiga
                                                                                    
2.Analisis unsur ekstristik novel Di bawah lindungan ka’bah
a.       Biografi pengarang :
Buya Hamka lahir pada tahun 1908 di desa kampung Molek, Meninjau, Sumatera Barat, HAMKA sendiri merupakan singkatan dari nama beliau yakni Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Hamka merupakan putra dari Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yg juga merupakan ulama di tanah minang, diawali bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padang Panjang pada tahun 1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958.
HAMKA menjadi wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. HAMKA juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.
HAMKA juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid). Pada 1950, ia mendapat kesempatan untuk melawat ke berbagai negara daratan Arab. Sepulang dari lawatan itu, HAMKA menulis beberapa roman. Antara lain Mandi Cahaya di Tanah Suci, Di Lembah Sungai Nil, dan Di Tepi Sungai Dajlah. Sebelum menyelesaikan roman-roman di atas, ia telah membuat roman yang lainnya. Seperti Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Merantau ke Deli, dan Di Dalam Lembah Kehidupan merupakan roman yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura. Setelah itu HAMKA menulis lagi di majalah baru Panji Masyarakat yang sempat terkenal karena menerbitkan tulisan Bung Hatta berjudul Demokrasi Kita.

b.      Nilai sastra:
Sastra bisa juga bertema tentang agama, tidak harus bersifat rasis. Karena novel ini merupakan novel sastra mengenai agama yang pertama di Indonesia. Namun nilai agama dapat dimasukan tanpa mengurangi nilai esensi novel sastra sebagai karya seni tentunya yang dapat dinikmati oleh siapapun.
c.       Nilai agama:
Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk tidak terpaut dengan hal-hal duniawi semata. Seperti cinta buta yang membabi buta kepada lawan jenis tanpa ada batasanya. Dalam novel ini mengisahkan cinta tulus juga ada di dalam islam, namun penyalurannya tidak berlebihan dan ada batasanya, yang tidak akan merugikan siapapun. Dekatkan diri kepada Tuhan itu lebih baik daripada terhanyut dalam cinta yang membutakan.



d.      Nilai moral:
Janganlah kita melihat seseorang berdasarkan hartanya semata. Apabila budipekerti dan tingkah lakunya tidaklah baik untuk apa kita mendekatinya hanya karena harta semata. Karena harta tidaklah kekal.

e.       Amanat         :
Kita tidak boleh memandang seseorang berdasarkan kekayaan semata, karena hal itu bersifat sementara. Dan tuntutlah ilmu setingginya karena itu akan menjadi bekal dihari tua.
2.SINOPSIS
Novel yang berjudul “Di bawah Lindungan Ka’bah” karya Hamka ini menceritakan tentang kisah cinta yang tak sampai antara Hamid dan Zainab, yang mereka bawa sampai liang lahat.
Awal cerita dimulai dari keberangkatan “Aku” ke Mekah guna memenuhi rukun Islam yang ke-5 yaitu menunaikan ibadah haji. Alangkah besar hati “Aku” ketika melihat Ka’bah dan Menara Masjidil Haram yang tujuh itu, yang mana sudah menjadi kenang-kenanganku. “Aku” menginap di rumah seorang syekh yang pekerjaan dan pencaariannya semata-mata memberi tumpangan bagi orang haji. Di sinilah “Aku” bertemu dan mendapat seorang sahabat yangmulia dan patut dicontoh yang bernama Hamid. Hidupnya amat sederhana,tiada lalai dari beribadat,tiada suka membuang-buang waktu kepada yang tiada berfaedah, lagi amat suka memperhatikan kehidupan orang-orang yang suci, ahli tasawuf yang tinggi. Bila “Aku” terlanjur membicarakan dunia dan hal ihwalnya, dengan amat halus dan tiada terasa pembicaraan itu telah dibelokkannya kepada kehalusan budi pekerti dan ketinggian kesopanan agama.
Baru dua bulan saja, pergaulan kami yang baik itu tiba-tiba telah terusik dengan kedatangan seorang teman baru dari Padang, yang rupanya mereka adalah teman lama. Ia bernama Saleh, menurut kabar ia hannya tinggal dua atau tiga hari di Mekah sebelum naik haji, ia akan pergi ke Madinah dulu dua tiga hari pula sebelum jemaah haji ke Arafah. Setelah itu ia akan meneruskan perjalanannya ke Mesir guna meneruskan studinya. Namun kedatangan sahabat baru itu, mengubah keadaan dan sifat-sifat Hamid.
Belakangan Hamid lebih banyak duduk termenung dan berdiam seorang diri, seakan-akan “Aku” dianggap tidak ada dan idak diperdulikannya lagi. Karena merasa tidak nyaman, maka “Aku” memberanikan diri mendekati dan bertanya kepadanya, kabar apakah gerangan yang dibawa sahabat baru itu sehingga membuatnya murung. Ia termenung kira-kira dua tiga menit,setelah itu ia memandangku dan berkata bahwa itu sebuah rahasia. Namun setelah dibujuk agak lama, barulah ia mau berbagi kedukaannya kepadaku. Dan ternyata rahasia yang ia katakan ialah tentang masa lalu dan kisah cintanya dimasa itu. Saleh mengabarkan kalau dia sudah menikah dengan Rosna yang kebetulan teman sekolahnya dan sahabat Zainab juga.
Suatu ketika Rosna bertandang ke rumah Zainab, yang mana Zainab itu adalah orang yang Hamid kasihi selama ini, namun ia tiada berani untuk memberitahukan perasaannya itu kepada Zainab,mengingat jasa-jasa orang tua Zainab kepada Hamid dan ibunya selama ini. Apalagi saat itu ibunya Zainab pernah meminta Hamid untuk membujuk Zainab supaya mau dinikahkan dengan kemenakan ayahnya. Padahal waktu itu Hamid berniat unuk memberi tahukan tentang perasaannya yang selama itu dia simpan kepada Zainab,namun niatnya itu diurungkannya.
Betapa terkejutnya Hamid ketika ia dimintai tolong untuk membujuk Zainab supaya mau dinikahkan dengan orang yang sama sekali belum ia kenal. Hamid gagal membujuk Zainab, karena Zainab menolak untuk dinikahkan. Hamid pulang dengan perasaan yang kacau balau, sejak saat itu Hanid memutuskan untuk merantau, sebelum pergi ia menulis surat untuk Zainab. Setelah itu mereka tiada berhubungan lagi, dan sampai sekarang pun ia masih menyimpan perasaanya itu. Dan kedatangan Saleh kemarin memberitahukan bahwa ternyata Zainab pun menyimpan perasaan yang sama, perasaan yang selama ini disimpan oleh Hamid. Saleh memberitahukan bahwa kesehatan Zainab memburuk dan ia ingin sekali tahu bagaimana kabar Hamid.
Setelah Zainab mendengar keberadaan Hamid di Mekah, Ia pun mengirim surat kepada Hamid sebagai balasan surat Hamid yang dulu. Seminggu setelah itu, Zainab pun menghembuskan nafasnya. Hamid tidak mengetahui kematian Zainab karena pada saat itu iapun sedang sakit, sehingga temannya tidak tega untuk memberitahukan kabar tersebut. Ketika Hamid sedang melaksanakan tawaf dan mencium hajar aswad ia berdoa dan menghembuskan nafas terakhirnya.

3.KONFLIK YANG MUNCUL DALAM NOVEL
a.Konflik Umum:
Konflik umum yang terjadi dalam novel Di bawah lindungan Ka’bah adalah cinta yang tulus dari dua anak manusia di bumi Padang, namun cinta mereka pupus karena memandang pertalian saudara. Sebab keluarga mereka sudah begitu dekat dan dianggap sebagai saudara sendiri. Dan konflikpun berkembang sedemikian rupa dikarenakan keduanya saling mencintai namun cinta mereka yang terlarang membuat mereka tidak dapat bersatu.


b.Konflik Pribadi tokoh
1.Hamid dan Zainab memiliki konflik batin dengan diri mereka sendiri. Padahal mereka berdua mencintai satu sama lain, namun karena keadaan tidaklah memungkinkan. Maka cinta mereka tidak pernah bersatu.
2. Haji Ja’far adalah juragan terpandang yang sangat baik kepada Hamid. Beliau menyekolahkan Hamid sampai lulus dan menanggapnya sebagai anaknya sendiri namun beliau meninggal dunia sehingga membuat keluarga Zainab berubah sedemikian hebatnya tanpa ada seorang ayah.

4.PERUBAHAN JIWA TOKOH
Hamid:
Pada awalnya di novel ini menjelaskan psikologi Hamid sebagai orang yang teguh, tidak mudah menyerah pada keadaan yang sedemikian menyedihkan bagi dirinya. Namun karena begitu banyaknya masalah yang menyelimutinya seperti ibu yang dia cintai tiba-tiba meninggal, dan yang lebih menyakitkan lagi Zainab, wanita yang dia cintai harus menikah dengan pria pilihan Asiah. Maka goyah dan berubahlah psikologi Hamid. Dia jadi pendiam dan menjauhkan dari sekitar dengan hijrah ke Baitullah untuk pergi haji. Hamid pun merelakan cintanya kepada Zainab sehingga itu membuat dirinya semakin terpuruk, penuh rasa putus asa. Namun Hamid memilih untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Zainab
Psikologi Zainab pun terguncang. Dia ditinggal Hamid lelaki yang dia cintai tanpa kabar sama sekali. Dia menunggu dan terus menunggu sampai-sampai hampir gila.

Bu Asiah
Setelah jiwanya terguncang karena suaminya meninggal dunia. Cobaan tidak berhenti sampai disitu, anak semata wanag bu Asiah, Zainab menolak ditunangkan dengan lelaki pilihannya. Hati seorang ibu mana yang tidak tersakiti. Melihat masa depan yang tidaklah pasti karena anaknya bersikukuh menunggu pria yang dia cintai. Psikologi bu Asiahpun terguncang. Namun dia tetap sabar menghadapi segalanya.

5.KAJIAN MENURUT PARA AHLI
         Pendekatan psikologi adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia. Manusia senantiasa memperhatikan perilaku yang beragam. Bila ingin melihat dan mengenal manusia lebih dalam dan lebih jauh diperlukan psikologi. Di zaman kemajuan teknologi seperti sekarang ini manusia mengalami konflik kejiwaan yang bemula dari sikap kejiwaan tertentu bermuara pula ke permasalahan kejiwaan(Semi,1990:76).
Pendekatan psikologi sastra ternyata memiliki beberapa manfaat dan keunggulan, seperti diungkapkan Semi (1990:80), sebagai berikut: (1) sangat sesuai untuk mengkaji secara mendalam aspek perwatakan, (2) dengan pendekatan ini dapat memberi umpan balik kepada penulis tentang masalah perwatakan yang dikembangkannya, dan (3) sangat membantu dalam menganalisis karya sastra Surrealis, abstrak, atau absurd dan akhirnya dapat membantu pembaca memahami karya-karya semacamnya.
       Selanjutnya, menurut Aminuddin (2004:55) dan Semi (1988:66), pendekatan psikologi sastra juga dapat dimanfaatkan untuk beberapa hal. Pertama, untuk memahami aspek kejiwaan pengarang dalam kaitannya dengan proses kreatif karya sastra yang dihadirkannya. Kedua, untuk mengeksplorasi segi-segi pemikiran dan kejiwaan tokoh-tokoh utama cerita, terutam menyangkut alam pikiran bawah sadar.


Psikologi Sastra

Psikologi sastra adalah ilmu sastra yang mendekati karya sastra dari sudut psikologi (Hartoko melalui Endraswara, 2008:70). Dasar konsep dari psikologi sastra adalah munculnya jalan buntu dalam memahami sebuah karya sastra, sedangkan pemahaman dari sisi lain dianggap belum bisa mewadahi tuntutan psikis, oleh karena hal itu muncullah psikologi sastra, yang berfungsi sebagai jembatan dalam interpretasi.
Penelitian psikologi sastra memfokuskan pada aspek-aspek kejiwaan. Artinya, dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh penelitian dapat mengungkap gejala-gejala psikologis tokoh baik yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan pengarang (Ratna, 2004:350).


Teori Psikoanalisis dari Sigmund Freud
Sigmund Freud dianggap sebagai pencetus psikologi sastra, ia menciptakan teori psikoanalisis yang membuka wacana penelitian psikologi sastra. Pendekatan psikoanalisis sangat substil dalam hal menemukan berbagai hubungan antar penanda tekstual (Endraswara, 2008: 199).
Psikoanalisis yang diciptakan Freud terbagi atas beberapa bagian, yaitu :
a. Struktur Kepribadian
Menurut Freud kepribadian memiliki tiga unsur penting, yaitu id (aspek biologis), ego (aspek psikologis), dan superego (aspek sosiologis).
1. Id (das Es)
Id merupakan sistem kepribadian yang paling primitif/dasar yang sudah beroperasi sebelum bayi berhubungan dengan dunia luar. Id adalah sistem kepribadian yang di dalamnya terdapat faktor – faktor bawaan (Freud, dalam Koswara, 1991:32). Faktor bawaan ini adalah insting atau naluri yang dibawa sejak lahir. Naluri yang terdapat dalam diri manuasia dibedakan menjadi dua, yaitu naluri kehidupan (life instincts) dan naluri kematian (death insticts).
“Yang dimaksud naluri kehidupan oleh Freud adalah naluri yang ditujukan pada pemeliharaan ego (the conservation of the individual) dan pemeliharaan kelangsungan jenis (the conservation of the species). Dengan kata lain, naluri kehidupan adalah naluri yang ditujukan kepada pemeliharaan manusia sebagai individu maupun spesies. Sedangkan naluri kematian adalah naluri yang ditujukan kepada penghancuran atau pengrusakan yang telah ada ”(Koswara, 1991:38-39)

Freud berpendapat ( melalui Suryabrata, 1993) bahwa naluri memiliki empat sifat , yakni :
a. Sumber insting, yang menjadi sumber insting adalah kondisi jasmaniah atau kebutuhan.
b. Tujuan insting adalah untuk menghilangkan ketidakenakan yang timbul karena adanya tegangan yang disebabkan oleh meningkatnya energi yang tidak dapat diredakan.
c. Objek insting adalah benda atau hal yang bisa memuaskan kebutuhan.
d. Pendorong insting adalah kekuatan insting itu, yang bergantung pada besar kecilnya kebutuhan.

2. Ego (das Ich)
Ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan pribadi untuk berhubungan dengan dunia nyata (Freud, melalui Suryabrata,1993:147). Seperti orang yang lapar harus berusaha mencari makanan untuk menghilangkan tegangan (rasa lapar) dalam dirinya. Hal ini berarti seseorang harus dapat membedakan antara khayalan tentang makanan dan kenyataannya. Hal inilah yang membedakan antara id dan ego. Dikatakan aspek psikologis karena dalam memainkan peranannya ini, ego melibatkan fungsi psikologis yang tinggi, yaitu fungsi konektif atau intelektual (Freud, dalam Koswara, 1991:33-34).
Ego selain sebagai pengarah juga berfungsi sebagai penyeimbang antara dorongan naluri Id dengan keadaan lingkungan yang ada.
“......, menurut Freud, ego dalam perjalanan fungsinya tidak ditujukan untuk menghambat pemuas kebutuhan atau naluri yang berasal dari id, melainkan bertindak sebagai perantara dari tuntunan–tuntunan naluriah organisme di satu pihak dengan keadaan lingkungan di pihak lain. Yang dihambat oleh ego adalah pengungkapan naluri–naluri yang tidak layak atau yang tidak bisa diterima oleh lingkungan”(dalam Koswara,1991:34).

3. Superego ( das über Ich)
Menurut Freud, superego adalah aspek sosiologis dari kepribadian dan merupakan wakil dari nilai–nilai tradisional atau cita–cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orangtua kepada anak–anaknya, yang dimaksud dengan berbagai perintah dan larangan (melalui Suryabrata, 1993:148). Jadi, bisa dikatankan superego terbentuk karena adanya fitur yang paling berpengaruh seperti orang tua. Dengan terbentuknya superego pada individu, maka kontrol terhadap sikap yang dilakukan orang tua, dalam perkembangan selanjutnya dilakukan oleh individu sendiri. Superego pada diri individu bisa dikatakan terdiri dari dua subsistem.
“Apapun yang mereka katakan salah dan menghukum anak karena melakukannya akan cenderung menjadi suara hatinya (conscience), (...) apa pun juga yang mereka setujui dan menghadiahi anak akan cenderung menjadi ego-ideal anak”(Freud dalam Hall dan Linzey, 1993:67).

Menurut Sigmund Freud psikoanalisis adalah sebuah metode perawatan medis bagi orang-orang yang menderita gangguan syaraf. Psikoanalisis merupakan suatu jenis terapi yang bertujuan untuk mengobati seseorang yang mengalami penyimpangan mental dan syaraf.
Dalam novel ini yang masuk kedalam psikonalasis menurut Sigmund Friud adalah di bagian pada saat Hamid depresi karena ibunya meninggal dunia, dan Zainab gadis yang disukainya itu tidak dapat dia dapatkan, maka Hamid merasa sangatlah depresi. Dia melakukan metode terapi untuk dirinya sendiri dengan cara malalui pengobatan spiritual, dengan cara mendekatkan dirinya kepada Tuhan YME.

2 komentar: