Minggu, 06 Januari 2013

IKHTISAR SEJARAH SASTRA INDONESIA PERIODE 1933-1942


IKHTISAR
SEJARAH SASTRA INDONESIA
PERIODE 1933-1942

DISUSUN OLEH :

2. DEDE PRATIWI SUSILOWATI          ( 2222101678)
KELAS : 2 D
A.  Peristiwa / Kejadian Penting Periode 1933-1942
Ø Lahirnya Majalah ’Pujangga Baru’. Majalah mulai dikenal pada tahun 1920 yang memuat karangan-karangan berupa cerita, sajak. Ada juga karangan-karangan tentang sastra seperti majalah Sri Poestaka (1919-1941), Pandji Poestaka (1919-1942), Jong Sumatra (1920-1926). Pada pertengahan tahun 1930an terbit majalah Timboel (1930-1933) yang mula-mula dalam bahasa Belanda, kemudian pada tahun 1932 terbit juga edisi bahasa Indonesia dengan Sanusi Pane sebagai Redaktur. Pada tahun 1933, Armijn Pane, Amir Hamzah dan Sutan Takdir Alisjahbana berhasil mendirikan majalah Poedjangga Baroe (1933-1942 dan 1949-1953). Mulanya keterangan resmi tentang majalah itu berbunyi  “majalah kesustraan dan bangsa serta kebudayaan umum”, tetapi sejak tahun 1935 berubah menjadi ”pembawa semangat baru dalam kesustraan, seni, kebudayaan, dan soal masyarakat umum”dan tahun 1936 bunyinya berubah pula menjadi “ pembimbing semangat baru yang dinamis untuk membentuk kebuayaan persatuan Indonesia”.
v Pujangga Baru Yang Dilarang terbit. Ketika Jepang masuk dan menduduki Indonesia, majalah Poejangga Baroe ini segera dilarang terbit karena dianggap “kebarat-baratan”. Tetapi setelah Indonesia merdeka, majalah ini diterbitkan kembali oleh Sutan Takdir Alisjahbana dan staf redaksi yang diperkuat oleh tenaga muda seperti. Chairil Anwar, Rivai Apin, Asrul Sani, Achdiat K. Mihardja, Dodong Djiwapradja, Harijadi S. Hartowardojo ,S. Rukiah dan lain lain.
v Adanya Polemik. Polemik golongan pujangga baru dengan kaum tua itu tidak hanya mengenai bahasa saja, karena gerakan pujangga baru bukanlah hanya gerakan bahasa dan sastra belaka. Juga mengenai soal-soal lainnya seperti kebudayaan, pendidikan, pandangan hidup kemasyarakatan terjadi polemic yang seru. Sutan Takdir yang pro barat dan mengatakan bahwa hanya dengan jalan mereguk ilmu dan roh barat sepuas-puasnya sajalah kita dapat mengimbangi Barat, merupakan seorang polemis yang tajam dan bersemangat. Ia berhadapan dengan Dr. Soetomo (1888-1938),  Ki Hajar Dewantara (1889-1958), yang hendak mempertahankan tradisionalisme yang dianggap sebagai keprbadian bangsa. Sanusi Pane yang juga turut aktif dalam polemik-polemik itu akhirnya menyatakn bahwa baginya Manusia (Indonesia) baru haruslah merupakan campuran antara Faust (yang dianggap mewakili roh kepribadian Barat) dengan Arjuna (sebagai wakil roh kepribadian Timur).

B.  Tokoh-tokoh Penting Periode 1933-1942
v Sutan Takdir Alisjahbana
Motor dan pejuang bersemangat gerakan pujangga baru ialah Sutan Takdir Alisjahbana (Lahir di Natal pada tahun 1908). Ia telah sejak tahun 1929 muncul dalam panggung sejarah sastra Indonesia, yaitu ketika menerbitkan romannya yang pertama berjudul “Tak Putus Dirundung Malang”. Layar Terkembang merupakan roman takdir yang terpenting Roman ini jelas bukan roman sekedar bacaan perintang waktu, melainkan sebuah roman bertendensi. Roman ini biasanya dianggap sebagai salah satu roman terpenting yang terbit pada tahun tiga puluhan, merupakan salah satu karya terpenting pula dari para pengarang pujangga baru. Kecuali sebagai penulis roman, Takdir terkenal sebagai penulis esai dan sebagai Pembina bahasa Indonesia. Oleh Ir.S.Udin ia pernah disebut “insinyur bahasa Indonesia “. Atas inisiatif Takdir melalui Poedjangga Baroe-lah maka pada tahun1938 disolo diselenggarakan kongres bahasa Indonesia yang pertama. Sehabis perang Takdir pernah menerbitkan dan memimpin majalah Pembina bahasa Indonesia (1947 – 1952). Dalam majalah itu dimuat semua hal-ihwal perkembangan dan masalah bahasa Indonesia. Tulisan-tulisannya yang berkenaan dengan bahasa kemudian diterbitkan dengan judul dari perjuangan dan pertumbuhan bahasa Indonesia (1957). Dan Takdir pun menulis sajak. Sajak-sajaknya yang ditulisnya dekat setelah kematian istrinya yang pertama, diterbitkan sebagai nomor khusus majalah Poedjangga Baroe berjudul “Tebaran Mega” (1936). Dalam sajak-sajak itu tergambar pergaulan Takdir yang semula hampir tenggelam dalam kesunyian teosofi Krishnamurti lalu bangkit menjadi pejuang bersemangat yang gembira riang. Sajak-sajaknya terang dan jelas, kadang-kadang terasa Prosais. Kecuali yang dimuat dalam Tebaran Mega masih ada pula beberapa sajaknya yang tersebar dalam berbagai majalah.
v Armijn Pane
Organisator pujangga baru ialah Armijn Pane, aadiknya Sanusi Pane yang tiga tahun lebih muda (lahir di muarasipongi pada tahun 1908). Tahun 1923 ia mengunjungi sekolah kedokteran (STOVIA dan kemudian NIAS) tetapi keinginan hatinya tertumpu pada bahasa dan sastra, maka ia pindah ke AMS A-1 (sastra barat) di solo. Kemudian ia bergerak di suratkabar dan perguruan kebangsaan. Tahun 1933 ia bersama Takdir dan kawan sekolahnya, Amir Hamzah, menerbitkan majalah Poedjangga Baroe.
Armijn terkenla sebagai pengarang roman Belenggu (1940) yang terbit pertama kali dalam Poedjangga Baroe. Roman ini mendapat reaksi yang hebat, baik melalu yang pro maupun yang kontra terhadapnya. Yang pro menyokongnya sebagai hasil sastra yang berani dan yang kontra menyebutnya sebagai sebuah karya cabul yang terlalu banyak melukiskan kehidupan nyata yang Selma itu disembunyikan di belakang dinding-dinding kesopanan.
Cerpen-cerpenya bersama dengan yang ditulisnya sesudah perang, kemudian dikumpulkan dengan judul kisah Antara Manusia (1953). Sedang sandiwara-sandiwaranya dikumpulkan dengan judul Jiwa Berjiwa diterbitkan sebagai nomor istimewa majalah Poedjangga Baroe (1939). Dan sajak-sajaknya yang tersebar, kemudian dikumpulkan juga dan terbit dibawah judul Gamelan Jiwa (1960). Ia pun banyak pula menulis esai dengan sastra yang masih tersebar dalam berbagai majalah, belum dibukukan. Dalam bahasa Belanda, Armijn menulis Kort Overzicht vande modern Indonesische Literatur (1949).
Gaya bahasa Armijn sangat bebas dari struktur bahasa Melayu. Dalam karangan-karangannya ia pun lebih banyak melukiskan gerak kejiwaan tokoh-tokohnya daripada gerak lahirnya. Inilah terutama yang membedakan Armijn dengan pengarang sejamannya. Karena itu ia oleh beberapa orang penelaah sastra Indonesia dianggap sebagai pendahulu angkatan sesuadah perang, paling tidak dianggap sebagai “missing link” antara pengarang sebelum dan sesudah perang.

C.  Karya Sastra Penting Periode 1933-1942
Karya sastra penting pada periode ini adalah Layar terkembang karangan Sutan takdir Alisjahbana karena novel ini bertedensi, dengan kata lain novel ini memiliki maksud, makna tertentu. Lalu novel ini berbeda dengan novel lain pada periode sebelumnya sebab dalam novel ini menceritakan tentang kebangkitan serta feminisme kaum perempuan Indonesia, padahal pada periode sebelumnya tema novel yang diangkat oleh banyak pengarang di Indonesia adalah tentang perampasan hak terhadap kaum perempuan, seperti kawin paksa dalam novel Siti Nurbaya dan lain-lain. Sehingga novel ini menggebrak dunia kesusastraan Indonesia dengan mengangkat tema yang berbeda dengan novel lain terbitan periode sebelumnya.
Tedensi novel ini sebagai alat yang digunakan oleh pengarang untuk mendorong para kaum wanita di Indonesia agar melakukan sebuah pergerakan, sudah waktunya kaum wanita mengambil kembali haknya yang direnggut.


ANALISIS KARYA  SASTRA
PERIODE 1933-1942
DI SUSUN OLEH :
1.MUCHAMMAD SEPTIAN ROHYADI  ( 2222101734)
2.ALAM FAJAR DIMARA                                    ( 2222101702)
3.NURUL FARIDA                                     ( 2222102003)
4.DEDE PRATIWI  SUSILOWATI          ( 2222101678)

KELAS : 2 D
A.  ANALISIS PUISI / SAJAK PERIODE 1933-1942
Judul Puisi        :   Buah Rindu
Pengarang        :   Amir Hamzah

Buah rindu
Dikau sambur limbur pada senja
Dikau alkamar purnama raya
Asalkan kanda bergurau senda
Dengan adinda tajuk mahkota

Di tuan rama-rama melayang
Di dinda dendang sayang
Asalkan kanda selang-menyelang
Melihat adinda kekasih abang.

Ibu, seruku ini laksana pemburu
Memikat perkutut di pohon ru
Sepantun swara laguan rindu
Menangisi kelana berhati mutu

Kelana jauh duduk merantau
Dibalik gunung dewala hijau
Diseberang laut cermin silau
Tanah Jawa mahkota pulau….

Buah kenanganku entah kemana
Lalu mengembara kesini sana
Haram berkata sepatah jua
Ia lalu meninggalkan beta.
Ibu lihatlah anakmu muda belia
Setiap waktu sepanjang masa
Duduk termenung berhati duka
Laksana asmara kehilangan seroja.

Bunda waktu tuan melahirkan beta
Pada subuh kembang cempaka
Adakah ibu menaruh sangka
Bahwa begini peminta anakda?

Wah kalau begini naga-naganya
Kayu basah dimakan api
Aduh kalau begini laku rupanya
Tentulah badan lekaslah fani.

A.Analisis puisi berdasarkan model pendekatannya terhadap karya sastra
Berdasarkan model pendekatan terhadap karya sastra, kritik sastra digolongkan menjadi empat tipe:
1.Kritik Mimetik (Mimetic criticism)
Kritik mimetic memandang karya sastra sebagai tiruan, pencerminan, atau penggambaran dunia luar dan kehidupan manusia. Kriteria yang utama dikenakan pada karya sastra adalah ‘kebenaran’ penggambarannya terhadap objek yang digambarkan atau hendak digambarkan. Dalam puisi Buah rindu, mimetic terlihat pada baris yang berbunyi:
1. Melihat adinda kekasih abang (Bait ke2, Baris ke4)
2. Kelana jauh duduk merantau (Bait ke 4, Baris ke1)
3. Haram berkata sepatah jua (Bait ke5, Baris ke3)
4 .Ia lalu meninggalkan beta. (Bait ke5, Baris ke 4)


2. Kritik Pragmatik
Kritik ini memandang karya sastra sebagai sesuatu yang disusun yang mempuyai untuk mencapai efek-efek tertentu pada pembaca. Kritik pragmatik cenderung menimbang nilai karya sastra sesuai dengan keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut.
3. Kritik Ekspresif
Kritik ekspresif mendefenisikan puisi sebagai ekspresi, curahan, ucapan perasaan, atau sebagai produk imajinasi penyair. Kritik ini menghubungkan karya sastra dengan pengarang. Puisi Buah Rindu merupakan refleksi dari Amir Hamzah yang merupakan ungkapan isi hatinya pada saat itu.
4.Kritik Objektif
Kritik ini menganggap karya sastra sebagai sesuatu yang berdiri bebas dari penyair, pembaca, dan dunia sekitarnya. Kriteria utama dalam kritik objektif adalah kriteria intristik. Puisi karya Amir Hamzah ini terdiri dari 32 baris. Penyair menuliskan puisinya seakan bercerita. Dalam puisi ini, terdapat;
Majas Asosiasi
Contohnya:                  
Kayu basah dimakan api

Majas Hiperbola
Contohnya:
Dikau sambur limbur pada senja
Dikau alkamar purnama raya
Asalkan kanda bergurau senda
Dengan adinda tajuk mahkota

B. Analisis puisi berdasarkan bentuk dan isinya
1. berdasarkan bentuknya
puisi Buah Rindu mempunyai 32baris dengan bentuk seakan bercerita. Puisi ini tidak mempunyai ritme akan tetapi puisi ini mempunyai rima:
Di tuan rama-rama melayang
Di dinda dendang sayang
Asalkan kanda selang-menyelang
Melihat adinda kekasih abang
a.Majas Asosiasi
Kayu basah dimakan api
Majas Asosiasi adalah majas perumpamaan suatu perbandingan dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.
Dalam puisi ini maksud dari penyair adalah perumpamaan dari kayu basah yang terbakar oleh api adalah sesuatu hal yang tidak mungkin terjadi.

b.Majas Hiperbola
Dikau sambur limbur pada senja
Dikau alkamar purnama raya
Asalkan kanda bergurau senda
Dengan adinda tajuk mahkota

Majas Hiperbola adalah majas yang bersifat melebih-lebihkan sesuatu, hingga mendapatkan susunan kata yang indah dalam puisi.               
-Dikau sambur limbur pada senja
Maksud pengarang bisa jadi dikau seperti penerang ketika aku menemui titik sulit dalam hidup

-Dikau alkamar purnama raya
Dikau bagaikan penerang disaat aku menemui titik sulit dalam hidup. seperti bulan purnama yang cahayanya terang berderang menerangi malam yang gelap gulita.

2. Bedasarkan isinya
Puisi Buah Rindu merupakan puisi yang dibuat sebagai suasana hati pengarang pada saat itu yang sedang dilanda rindu kepada kekasihnya namun kekasihnya merantau jauh sehingga memutuskan dirinya begitu saja, ditengah kegalauan serta kerinduan kepada gadis itu, Amir Hamzah pun menceritakan apa yang dialaminya kepada ibunya.
Dikau sambur limbur pada senja
Kamu seperti penerang ketika aku menemui titik sulit dalam hidup
Dikau alkamar purnama raya
Kamu bagaikan penerang disaat aku menemui titik sulit dalam hidup. seperti bulan purnama yang cahayanya terang berderang menerangi malam yang gelap gulita.
Asalkan kanda bergurau senda
Asalkan aku bisa bercanda dengan kamu
Dengan adinda tajuk mahkota
Dengan kamu kekasihku sebagai yang terindah yang paling utama dalam hidupku
Di tuan rama-rama melayang
Kau kujadikan segalanya dengan kupertuan hingga kau merasa kau memanglah segalanya


Di dinda dendang sayang
Padamu aku merayu, menggombal, menunjukkan rasa sayangku

Asalkan kanda selang-menyelang
Asalkan aku bisa mecuri-curi waktu

Melihat adinda kekasih abang.
Agar dapat berjumpa denganmu, kekasih hatiku

Ibu, seruku ini laksana pemburu
Ibu, aku ingin menceritakan apa yang terjadi padaku saat ini. Aku seperti seorang yang memburu

Memikat perkutut di pohon ru
Dan mencoba menarik hati seseorang yang mustahil sekali aku dapatkan karena orang itu mudah menghilang dari hidupku dengan sekejap layaknya seekor burung perkutut yang hinggap dipohon, mudah saja burung itu terbang kembali.

Sepantun swara laguan rindu
Menangisi kelana berhati mutu
Sebuah pantun lagu rindu kubuat sebagai ungkapan hatiku yang sangat sedih karena kepergianmu

Kelana jauh duduk merantau
Yang merantau jauh di sana

Dibalik gunung dewala hijau
Diseberang laut cermin silau
Tanah Jawa mahkota pulau….
Sedangkan aku disini terus menantimu, aku tetap dipulau Jawa sedangkan dirimu diluar pulau Jawa

Buah kenanganku entah keman
Lalu mengembara kesini sana
Cerita tentang kita berdua seakan telah pudar dimakan waktu karena terlalu lama tidak bertemu

Haram berkata sepatah jua
Ia lalu meninggalkan beta.
Kau meninggalkan aku tanpa mengatakan apapun sebelumnya, tidak ada kabar, tiba-tiba memutuskanku begitu saja

Ibu lihatlah anakmu muda belia
Setiap waktu sepanjang masa
Duduk termenung berhati duka
Laksana asmara kehilangan seroja.
Ibu aku ingin bercerita padamu, aku masih muda waktunya mencari cinta namun setiap hari yang kupikirkan hanyalah dia padahal dia telah meninggalkan aku, meninggalkan kenangan yang kita buat bersama. Aku sangat sedih, aku merasa sangat kehilangan dirinya

Bunda waktu tuan melahirkan beta
Pada subuh kembang cempaka
Adakah ibu menaruh sangka
Bahwa begini peminta anakda?
Ibu, waktu ibu melahirkan aku, tidak akan terbesit dalam pikiranmu bu, bahwa pada saat aku membutuhkan cinta justru cinta itu meninggalkan aku. Aku tidak meminta dilahirkan dalam penderitaan cinta ini bu.

Wah kalau begini naga-naganya
Kayu basah dimakan api
Aduh kalau begini laku rupanya
Tentulah badan lekaslah fani.
Kalau begini keadaannya, seperti sesuatu yang tidak mungkin terjadi namun kalau begini suasana hatiku yang selalu bersedih hati karena ditinggal kekasihku bisa-bisa aku akan meninggal sebab selalu memikirkannya.


B.  ANALISIS DRAMA PERIODE 1933-1942
Judul Drama/Buku   : Sebuah Sandiwara Dalam 14 Babak KEN AROK  
Pengarang                  : Saini K.M.
Penerbit                      : Balai Pustaka 
Sinopsis
Ken Arok adalah seorang pemimpin rampok yang ditakuti oleh rakyat kediri. Ken Arok dan kelompoknya sering merampok penduduk atau siapa saja yang berada di Kediri. Kelompok ini terkenal sangat kejam bahkan tidak segan-segan membunuh orang yang dirampoknya. Hasil rampok dibagi-bagikan pada anak buahnya dan digunakan untuk bersenang-senang dan berjudi.
Sebagai raja Kediri, Kertajaya tidak bisa tinggal diam. Ia sudah berkali-kali mengirim prajuritnya untuk menangkap Ken Arok dan kelompoknya. Akan tetapi usahanya gagal, karena kelompok Ken Arok sangat tangguh. Sebagai jalan keluarnya, akhirnya Kertajaya mengutus para pendeta untuk menemui Ken Arok berharap semoga para pendeta berhasil membujuknya kembali ke jalan yang benar.
Sebelum para pendeta yang diutus pergi menemui Ken Arok, terlebih dahulu merekan singgah di Tumapel. Tumapel ini berada di bawah kekuasaan Kediri. Mereka menemui Akuwu Tumapel yaitu Tunggul Ametung untuk membicarakan masalah tersebut. Tunggul Ametung mendukung usul rajanya. Para pendeta yang diutus pun pergi menemui Ken Arok di hutan karena memang tempat Ken Arok adalah di sana. Ken Arok mau menerima usul dari pendeta akan tetapi dengan satu syarat dirinya harus dijadikan pengawal Akuwu Tumapel.
Singkat cerita Ken Arok telah menjadi pengawal Tumapel beserta kelompoknya. Di balik semua itu rupanya Ken Arok punya rencana lain yaitu membunuh Tunggul Ametung karena Ken Arok ingin menguasai daerah tersebut sekaligus ingin memiliki Ken Dedes, istri Tunggul Ametung yang memang sangat cantik. Dengan menghalalkan segala cara akhirnya Ken Arok berhasil menyingkirkan Akuwu Tumapel bahkan Empu Gandring seorang pandai keris pun menjadi korbannya karena Empu Gandring belum menyelesaikan keris pesanannya.
Tak lama kemudian Ken Arok dapat menguasai Tumapel dan dia menjadi raja sekaligus memperistri Ken Dedes walaupun secara paksa. Nama Tumapel diganti dengan Singasari. Berita tentang kematian Tunggul Ametung telah sampai ke Kediri. Kini yang menjadi raja ialah Ken Arok dan Ken Arok ingin menguasai Kediri. Menurut salah satu pendeta, Kertajaya tidak pernah takut pada siapa pun kecuali pada Betara guru. Hal ini dimanfaatkan oleh Ken Arok. Ken Arok meminta pendeta lohgawe untuk mengangkatnya menjadi Betara Guru. Ken Arok berencana akan menyerang kediri. Berita tersebut telah didengar oleh Kertajaya. Apalagi setelah tahu yang akan menyerang wilayahnya adalah Betara Guru, maka tanpa diduga Kertajaya menghunuskan kerisnya pada dirinya sendiri.
Delapan belas tahun berlalu, Kerajaan Singasari meluas. Banyak tempat judi, mabuk-mabukan dan berpoya-poya. Sementara Ken Dedes tidak bisa berbuat apa-apa. Ken Dedes memiliki putera empat, putera pertama adalah Anusapati, anak dari Tunggul Ametung, kemudian anak dari Ken Arok tiga orang yaitu Wong Ateleng, Panji Saprang, dan Agnibaya. Anusapati kini sudah remaja dan berada bersama kakeknya di Panawijen untuk menuntut ilmu. Anusapati mengetahui kalau dirinya bukan anak kandung Ken Arok dan Anusapati pun telah tahu bahwa ayah kandungnya Tunggul Ametung yang telah dibunuh oleh Ken Arok.
Semasa Pemerintahan Ken Arok, banyak rakyat menderita. Anusapati tak dapat membiarkan itu. Anusapati bersama orang-orang yang tertindas berontak dan berencana akan membunuh Ken Arok. Dan siang harinya ketika pesta sedang berlangsung di Keraton Singasari, tanpa diduga Anusapati telah berhasil membunuh Ken Arok dengan bantuan orang desa. Akhirnya Anusapati naik tahta. Dia mengganti Ken Arok menjadi raja Singasari.

Bagian Yang Menarik
BABAK VIII
Di Lulumbang, di bengkel pandai besi Mpu Gandring, siang.

Adegan I
Mpu Gandring sedang bekerja di bengkelnya. Muncul Ken Arok dengan Tita.
Tita : "Selamat siang, Mpu."
Mpu : "Selamat siang. Ah, rupanya kalian. Kapan dari Karuman?"
Ken Arok : "Tadi pagi Mpu."
Mpu gandring : "Apa kabar ayahmu?"
Ken Arok : " baik, Mpu. Terima kasih."
Mpu Gandring : " Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan Bango
Samparan. Kudengar usahanya maju, ya?"
Ken arok : "Lumayan, Mpu."
Mpu Gandring : "Syukur. Kau sendiri, kudengar kau bekerja pada Akuwu
Tumapel?"
Ken Arok : " Benar, Mpu."
Mpu Gandring : " bagus. Daripada hidup liar, tanpa masa depan yang jelas,
lebih baik pilih hidup yang wajar. Kesempatan untuk maju
bukannya tidak terbuka kalau kau hidup secara wajar."
Ken Arok : " (Tertegun, lalu tersenyum) Perkataan Mpu benar sekali."
Mpu Gandring : " Syukur kalau kau paham. (kepada Tita) Dan kau Tita,
bagaimana ayahmu si Siganggeng. Masihkah ia jadi kepala
desa?"
Tita : " pernah berhenti sebentar, Mpu, sekarang bekerja kembali
sebagai kepala desa setelah kami bekerja pada Akuwu
tumapel."
Mpu gandring : '" syukur. Tampaknya kalian maju. Pakaian kalian sekarang
lebih cocok untuk mata."
Tita : " Begitukah, Mpu?"
Mpu Gandring : "Mengapa tidak?"
Ken Arok : " Mpu, bagaimana dengan keris pesanan saya?"
Mpu Gandring : "Sudah kubilang, keris yang baik hanya dapat diselesaikan
dalam satu tahun. "
Ken Arok : "Apa tidak bisa dipercepat?"
Mpu Gandring : " Tidak Arok, membuat keris tidak hanya berarti menempa
atau menyepuh. Membuat keris berarti bertapa, samadi,
memuja, membakar dupa dan seterusnya. Keris yang dibuat
secara sembarang akan membahayakan pemiliknya."
Ken Arok : "Rasanya enam bulan cukup lama Mpu."
Mpu Gandring : " Enam bulan terlalu singkat. Aku tidak bisa
mempertanggungjawabkan keris yang dibuat sesingkat itu.
Ada pandai keris yang membuat keris dalam dua bulan, tapi
bagiku yang begitu bukanlah keris. Itu mainan anak-anak
yang berbahaya."
Ken Arok : " Dapatkah saya melihat keris pesanan saya?"
Mpu Gandring : " Mengapa Tidak? (Pergi ke tempat penyimpanan keris, lalu
mengambil satu dan menyerahkannya kepada Ken Arok).
Tita : " Alangkah bagusnya."
Mpu Gandring : " Kau lihat gagangnya belum selesai."
Tita : " Dengan gagangnya yang setengah selesai itu matanya
semakin tampak kebagusannya."
Mpu Gandring : " Tidak hanya bagus dipandang mata, Tita, keris ini tidak akan
bengkok. Bahkan baju zirah yang tipis bisa ditembusnya
kalau ditusukan oleh tangan yang kuat."
Ken Arok : "Jadi saya tidak dapat membawanya sekarang juga?"
Mpu Gandring : " Jelas tidak. Aku tidak dapat mempertanggung jawabkannya
di kemudian hari."
Ken Arok : " Mpu dapat bertapa dan menyajikan sajen baginya walaupun
saya membawanya sekarang, bukan?"
Mpu Gandring : " Kau ini tidak sabar benar, Arok. Apakah kau akan
membunuh orang?"
Ken Arok : " Tidak, Mpu (menusukkan keris ke tubuh Mpu Gandring) ."
Tita : " Arok!"
Mpu Gandring : " Kau…Binatang! (Ken Arok mencabut keris dari tubuh Mpu
Gandring, lalu membersihkannya dengan tak acuh. Kau
sendiri akan mampus oleh keris itu, juga tujuh
keturunanmu….kau tidak bisa lolos….(mati).
Tita : "Mengapa kau bunuh orang tua itu?"
Ken Arok : " Ada tiga tujuan yang hendak kucapai. Pertama,aku tidak
usah membayar pada orang tua itu, yang lainnya kau akan
tahu kemudian…."
Tita : "Kau sungguh tak terduga, Arok."
Analisis Unsur Intrinsik Drama Ken Arok
1. Tema : Seorang perampok yang ingin berkuasa
2. Amanat : Amanat yang terkandung dalam cerita drama tersebut adalah bahwa sebagai manusia kita tidak boleh berbohong dan berkhianat.
3. Alur : Campuran
Penyebab terjadinya konflik yaitu ketika Ken Arok dibujuk untuk bertobat dan Ken Arok bersedia asalkan menjadi pengawal Tunggul Ametung. Hati Ken Arok memang jahat karena dia punya rencana lain. Karena tertarik oleh istri tunggul Ametung. Ken Arok tega membunuh Tunggul Ametung, dan disinilah puncak konflik terjadi yaitu ketika Arok berhasil membunuh Akuwu Tumapel dan memperistri Ken Dedes. Selain itu Arok menjadi raja dan merubah Tumapel menjadi Singasari. Konflik sedikit demi sedikit menurun sehingga setelah 18 tahun kemudian timbul konflik kembali yaitu Anusapati, anak dari Ken Dedes dari Tunggul Ametung berencana membunuh Arok ayah tirinya yang telah membunuh ayah kandungnya.
4. Tokoh :
a. Ken Arok : penjahat, kemudian menjadi raja Singasari.
b. Kertajaya : Raja kediri
c. Lohgawe : pendeta, ayah angkat Ken Arok.
d. Tunggul Ametung : Akuwu Tumapel.
e. Ken Dedes : istri Tunggul Ametung, kemudian menjadi istri Ken Arok.
f. Anusapati : anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung.
5. Latar :
Drama ini lebih banyak menampilkan latar kerajaan. Ceritanya sendiri seputar kerajaan walaupun walaupun diselingi latar hutan belantara sebagai tempat Ken Arok sebelum menjadi raja. Latar yang diambil adalah kerajaan Jawa maka otomatis budaya yang ditampilkan adalah budaya Jawa dengan mengangkat kesenian Jawa pula seperti seni gamelan yang mendukung suasana kerajaan.
6. Sudat Pandang Pengarang : Pengarang menempatkan dirinya sebagai orang ketiga karena dia menceritakan orang lain.
7.  Gaya Penulisan :
Bahasa yang digunakan ialah bahasa percakapan sehari-hari. Tidak menggunakan bahasa melayu. Setiap tokoh memiliki ciri khas bahasanya seperti untuk tokoh Ken Arok memiliki contoh bahasa pertentangan karena cenderung sebagai tokoh antagonis dan berwatak pembangkang. Berbeda dengan tokoh pendeta lohgawe, yang menggunakan bahasa penegasan karena tokoh tersebut merupakan tokoh yang berpikiran dan berpandangan serius dan mungkin sekali penuh idealis.






C.ANALISIS NOVEL / ROMAN PERIODE 1933-1942
Judul Novel / Roman       :   Layar Terkembang
Pengarang                         Sutan Takdir Alisjahbana
       Takdir menjelaskan bahwa para wanita di masa lalu adalah wanita yang mempunyai karakter yang lemah, tidak mandiri dan kolot, karakter ini akan terkikis karna peningkatan pendidikan wanita. Di novel Layar Terkembang ini diketahui bahwa ada dua karakter yaitu Tuti dan Maria. Karakter Maria di, akhir cerita karakternya dimatikan oleh Takdir karena dia memprediksikan di masa yang akan datang perempuan itu terdidik, kreatif, pekerja keras, inisiatif hidup mandiri seperti digambarkan dalam karakter Tuti.
       Jika wanita memiliki predikat wanita modern, maka harus memiliki tiga karakteristik yaitu: Kebebasan, kreatifitas dan kepercayaan diri, disamping menjadi wanita karir dia dapat melakukan tugas tanggung jawab publik dan domestik. Dalam proses pembelajaran siswa diajak untuk memahami karya Takdir, khususnya Layar Terkembang untuk mendiskusikan novel, dengan cara menonton film atau video tentang beberapa figur wanita penting yang diketahui dan masalah yang di hadapi dimasyarakat, disamping mereka diajak untuk mewawancarai figur wanita di kota dan mencari imformasi tentang problem wanita sampai organisasi wanita.
       Untuk melakukan kegiatan ini siswa dapat memperoleh poin penting berkaitan dengan masalah wanita dan mengerti sejarah wanita dimasa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Pemerolehan materi dan analisis siswa, mereka diajak untuk mendiskusikan novel. Melalui tulisan ini, penulis akan mempersembahkan cerita fiksi yaitu Layar Terkembang oleh Sultan Takdir Alisyahbana.
       Di dalam cerita ini ada dua karakter wanita utama; Tuti dan Maria. Tuti adalah seorang yang berbakat pintar / cerdas, seorang wanita yang kuat, pekerja keras, mandiri dan dia juga sebagai seorang pemimpin organisasi Putri Sedar yang menuntut kesamaan hak. Maria adalah karakter yang lemah, mudah sedih, bergantung kepada orang lain, wanita yang kolot.
       Kutipan yang ada pada Novel ini yaitu “ Matahari ” telah hampir terbenam di balik gunung tanah Pasundan. Bernyala-nyala rupa mega diwarnainya, kuning, merah, dan ungu Dan di seluruh rumah sakit yang putih jernih di kaki pegunungan itu, “ sunyi senyap “ seolah-olah ia pun tiada hendak mengusik kepermaian alam pada senja raya itu.
       Tema Roman ini memperkenalkan masalah wanita Indonesia yang mulai merangkak pada pemikiran modern. Kaum wanita mulai bangkit untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai wanita, berwawasan luas, serta bercita-cita mandiri. Masalah lain yang dipersoalkan dalam roman ini, yaitu masalah kebudayaan barat dan timur. Juga termasuk masalah agama. Roman ini menampilkan cinta kasih antara Yusuf, Maria, dan Tuti. Amanat atau Pesan - Cinta dan pengorbanan kadang selalu berjalan seiring. - Dibalik kelebihan seseorang terdapat kelemahan. Latar - Tempat di Gedung Akuarium di Pasar Ikan. Alur  :  Maju. Sudut Pandang  :  Orang ke-3 yang ditandai dengan menggunakan nama dalam menyebutkan tokoh-tokohnya. Gaya Penulisan  :  Didalam novel ini banyak ditemukan majas personifikasi dan banyak menggunakan bahasa Melayu sehingga terlihat agak rancu dan sulit dimengerti.
ANALISIS :
Analisis Intrinsik
1.Tokoh dan Penokohan
Tuti  : seorang wanita yang memiliki wawasan dan pemikiran modern. Ia mencoba menyamakan hak kaum wanita dengan kaum pria.
Maria  : adalah adik Tuti, yang sangat periang.
Yusuf  : seorang pemuda terpelajar yang modern. Ia adalah mahasiswa kedokteran. Sifatnya baik hati dan berbudi luhur.
Supomo  : seorang pemuda terpelajar yang baik hati dan berbudi luhur.
Wiriaatmaja : Ayah dari Maria dan Tuti, seorang yang memegang teguh agama,baik hati dan penyayang.
Partadiharja : Adik Ipar Wiriaatmaja, seseorang yang baik hati, teguh pendirian dan peduli antar sesama.
Saleh : Adik Partadiharja, seorang lulusan sarjana yang sangat peduli akan alam sehingga ia mengabdikan diri sebagai seorang petani.
Rukamah : Sepupu Tuti dan Maria, seseorang yang baik hati dan suka bercanda.
Ratna : Istri saleh, Seorang petani yang pandai dan baik hati.
Juru Rawat : Seorang yang baik hati.
2.Tema
Roman ini memperkenalkan masalah wanita Indonesia yang mulai merangkak pada pemikiran modern. Kaum wanita mulai bangkit untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai wanita, berwawasan luas, serta bercita-cita mandiri. Masalah lain yang dipersoalkan dalam roman ini, yaitu masalah kebudayaan barat dan timur. Juga termasuk masalah agama. Roman ini menampilkan cinta kasih antara Yusuf, Maria, dan Tuti.
3.Amanat atau Pesan
- Cinta dan pengorbanan kadang selalu berjalan seiring.
- Dibalik kelebihan seseorang terdapat kelemahan.
4. Latar
- Tempat  :  1) Gedung Akuarium di Pasar Ikan,
2) Rumah Wiriaatmaja,
3) Mertapura di Kalimantan Selatan,
4) Rumah Sakit di Pacet,
5) Rumah Partadiharja,
6) Gedung Permufakatan.
- Waktu    :  Tahun 30-an

5.  Alur  :  Maju
6.  Sudut Pandang  :  Orang ke-3 yang ditandai dengan menggunakan nama dalam menyebutkan
tokoh-tokohnya.
7.  Gaya Penulisan  :  Didalam novel ini banyak ditemukan majas personifikasi dan banyak menggunakan bahasa Melayu sehingga terlihat agak rancu dan sulit dimengerti.
Kaitan Tema Karya dengan Zaman.
Dalam novel ini diceritakan tentang kaum wanita yang mulai bangkit untuk memperjuangkan hak-haknya  yang mempunyai wawasan luas dan bercita-cita tinggi. Hal tersebut sesuai dengan zaman pembuatan novel ini yang kala itu gelora Sumpah Pemuda masih bergema. Baik kaum pria maupun wanita aktif dalam berbagai organisasi kepemudaan.

UNSUR EKSTRINSIK
  1. Agama
Pendekatan agama merupakan pendekatan yang berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan.
Pada novel Layar Terkembang karya Sultan Takdir Alisyahbana menjelaskan bahwa para kaum yang terpelajar hanya menjalankan perintah agama bila tak ada lagi yang bisa diperbuat di dunia. Mereka tidak takut dengan kematian, karena menurut kaum terpelajar masih banyak yang harus dijalani dalam hidup ini. Padahal hal ini tidak baik, karena seharusnya kita menjalankan perintah agama dari sekarang, tidak harus menunggu hari tua. Hal ini dapat diketahui sesuai kutipan berikut:
“ucapannya itu keluar dari mulutnya dengan senyum. Tetapi Tuti……menghadapi hidup?” (hlm. 29)
2.      Psikologi
Pendekatan psikologi adalah pendekatan ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya.
“o, sejak perjuangan batinnya beberapa bulan ini, telah berapa kalikah….beberapa lamanya” (hlm. 123)
Kutipan di atas menggambarkan konflik batin seorang tokoh bernama Tuti yang mengalami perjuangan batin pada saat dia harus memilih antara menerima Supomo untuk menjadi suaminya atau menolaknya. Sebenarnya Tuti tidak merasakan sesuatu perasaan yang khusus terhadap Supomo, namun ia di kejar rasa ketakutan mengingat usianya yang sudah terlampau cukup untuk menikah. Jika Tuti menjadi istri Supomo, itu berarti dia membohongi dirinya sendiri.
3.      Sosiologi
Pendekatan sosiologi adalah pendekatan telaah tentang lembaga dan proses sosial manusia yang objektif dan ilmiah dalam masyarakat. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada.
Novel ini menceritakan bahwa sesama manusia, apalagi sesama kaum pelajar harus saling membantu. Bantuan itu dapat berupa beasiswa bagi pelajar yang tidak mampu.
Perhatikan kutipan berikut:
“Kaum student kita perlu….pertama organisasinya harus baik” (hlm. 106-108)
4.      Feminisme
Pendekatan feminisme pada dasarnya adalah suatu pendekatan yang berfokus pada keberadaan dan masalah gender perempuan dalam karya sastra dari sudut pandang perempuan yang terlihat pada tokoh Tuti.
Tuti adalah seorang gadis yang selalu aktif dalam kegiatan wanita. Tuti memperjuangkan hak-hak wanita. Dia tidak ingin bila perempuan pada masa kini bergantung kepada laki-laki. Perempuan masih diikat dengan adat dan perempuan tidak dapat mengetahui dunia lebih luas. Hal ini bisa dilihat dalam kutipan berikut:
“Dan untuk menjaga supaya…dunia tiada diketahuinya” (hlm.38)

KRITIK:
-  Secara keseluruhan isi cerita ini sangatlah bagus. Alur yang ditulis sudah runtut dimulai dari pengenalan, klimaks, antiklimaks, hingga penyelesaian yang sangat dramatis. Novel ini bisa membawa para pembaca seolah-olah menjadi audiens dalam sebuah drama percintaan yang mengharukan. Kisah ini mengingatkan kita bahwa setiap insan pasti akan mempunyai pasangan hidup jika Sang Penguasa telah menakdirkannya yang mana ia akan menjadi pendamping hidup kita dikala kita suka maupun duka. Sayangnya novel yang pertama kalinya terbit di tahun 1936 ini sepertinya kurang diminati para remaja. Padahal temanya pun tak jauh dari realita kehidupan kita. Tatanan bahasa yang dipakai adalah Melayu sehingga kurang bisa dipahami para pembaca. Tatanan kalimatnya tidak efektif sehingga muncul berbagai kalimat ambigu yang menimbulkan missunderstanding pembacanya. Pemakaian bahasa yang tidak komunikatif dalam dialog antar tokoh, kurang menggugah para pembaca untuk melanjutkan ceritanya hingga akhir.
-  Pada masa pra kemerdekaan, karya-karya sastra yang genre dominannya roman malah sudah menampakkan kecenderungan nasionalisme itu, pada masa balai pustaka dan pujangga baru sudah banyak karya-karya yang bermuatan politik, karya-karya sarat kritik terhadap pemerintah kolonial. Roman seperti”Layar Terkembang” Sutan Takdir Alisyahbana termasuk roman yang mengusung ide-ide nasionalisme. Ide-ide itu diselipkan dalam tema-tema percintaan, adat, dan agama. Dalam ”Layar Terkembang”, tokoh Tuti menjadi representasi generasi muda yang mampu mencerminkan bangsanya.
-  Sutan Takdir Alisjahbana mencoba melihat situasi yang menggambarkan  sikap keberpihakan  pada orang luar seperti diceritakannya secara panjang lebar dalam Layar Terkembang. Takdir tampaknya tidak berangkat atas nama agama, tetapi lebih atas nama rasionalisme (tentu karena ia berkenalan dan berkat konstruksi “pendidikan modernnya”). Diceritakan dalam novel itu, Tuti yang progresif, rasional, emansipatif, efektif, sesuatu yang berlawanan dengan sifat-sifat Maria. Sutan Takdir Alisjahbana berteriak lantang menganjurkan agar bangsa Indonesia meniru dan berorientasi ke Barat. Hanya dengan itu, menurutnya, bangsa Indonesia akan mencapai kemajuan. Salah satu novel Sutan Takdir Alisjahbana yang tampak mengusung gagasannya mengenai semangat Barat adalah Layar Terkembang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar