Minggu, 06 Januari 2013

analisis cerpen wong asu karya Djenar Maesa Ayu


Nama   :           Dede Pratiwi Susilowati
Kelas   :           3 D Diksatrasia
Nim     :           2222101678

WONG ASU
Salah satu cerpen karya Djenar Maesa Ayu yang berjudul Wong asu yang ada dalam buku kumpulan cerpen hasil buah tangannya ‘Mereka bilang saya monyet’  terinspirasi dari Legenda wong asu karya seno gumira ajidarmara. Ini merupakan cerpen yang cukup berani dalam segi gaya bahasa yang bisa dibilang sangat nyeleneh dan tergolong fulgar sehingga sasaran utama pembaca cerpen wong asu ini harusnya pembaca dewasa yang berfikiran terbuka tentunya. Cerpen ini sesungguhnya ingin memberi tahu kita melalui dialog dua orang dewasa, seorang wanita dan seorang pria. Sang wanita menceritakan tentang seorang pria yang berkelakuan bak binatang bahkan bisa dikatakan lebih dari binatang yang disebutnya wong asu.
Wong asu sebut wanita itu pada pria yang dianggapnya binatang itu sepertinya adalah seorang penulis yang gaya tulisannya memang sangat fulgar dan jauh dari tata krama adat budaya timur, tak banyak penulis mengambil aliran frontal serta fulgar macam Wong asu ini. Dia menulis cerpen, tentu saja semua orang tahu bahwa cerpen itu adalah sebuah hasil karya imajinasi pengarangnya yang jelas saja fiksi dan tak nyata namun ada pula sih yang mengambil dari kisah nyata. Hal itulah yang membutakan mata wanita itu. Dia percaya seutuhnya pada Wong asu, pria yang ditemuinya beberapa waktu yang lalu di bibir pantai. Wong asu menceritakan banyak mengenai kisah hidupnya pada wanita itu, pilu, mengiris hati, prihatin yang amat sangat mungkin dirasakan oleh wanita itu tatkala mendengar kisah hidup yang Wong asu ceritakan padanya.
Wong asu menenggelamkan masa kecilnya yang kelam dengan menulis cerpen yang bisa dibilang ‘cabul’. Sehingga dengan menulis begitulah dia dapat mengobati tekanan batin yang dialaminya dulu. Wong asu mengalami pelecehan seksual yang parah pada saat dia berumur delapan tahun, kedua orangtuanya biadab sekali memperlakukan anak sekecil itu dengan sangat tidak ada rasa manusiawi serta tidak bernorma sekali. Sangat geram dengan sikap orangtua Wong asu yang sangat biadap dan lebih mirip binatang inilah yang sang wanita dalam cerpen Wong asu sangat amat prihatin sehingga wanita itu membunuh kedua orangtua Wong asu agar lepas sudah penderitaan Wong asu selama ini.
Ternyata sangat mencenggangkan sekali ketika wanita itu mengetahui bahwa semua cerita yang pernah diceritakan Wong asu padanya adalah imajinasi Wong asu belaka, semuanya hanya fiksi, bagian dari sebuah cerita yang tidaklah n yata adanya. Padahal wanita itu telah membunuh orangtua Wong asu. Gila, saya rasa wanita itu hampir gila. Dia tertipu mentah mentah, sebenarnya tak ada kasus pelecehan seksual yang dialami Wong asu semasa kecil, sebenarnya orangtuanya baik-baik saja, mereka seperti manusia normal pada umumnya, berbeda sekali dengan apa yang dikatakan Wong asu pada wanita itu. Wanita itupun kini mencari Wong asu untuk dibunuhnya juga sekalian. Gila, kurang waras, memang semua terasa begitu pekat pada wanita itu kini. Dia bahkan membunuh seekor anjing yang dia temui di pantai saat itu juga dengan melemparkan anjing itu sebongkah karang yang berukuran sedang dan kemudian dia lemparkan lagi pada anjing malang itu karanng yang berukuran besar sehingga anjing tersebut mati. Ironis memang wanita itu menganggap cerita Wong asu adalah cerita nyata padahal hanya sebuah fiksi imajinasi.

MELUKIS JENDELA
Salah satu cerpen unik lainnya karya Djenar Maesa Ayu yang berjudul Melukis Jendela ini merupakan cerpen yang sangat menarik dan layak dibaca sebagai bacaan ringan yang tidaklah menjemukan. Seperti biasa, gaya bahasa Djenar Maesa Ayu yang terkenal frontal, dan jauh dari cerpen pada umumnya yang beredar dipasaran sehingga cerpen ini layak sekali dibaca oleh anda yang tentu saja berfikiran terbuka akan hal-hal tabu.
Cerita ini bermula ketika seorang gadis cilik bernama Mayra yang tenggelam dalam hobinya melukis, dikamarnya terpampang lukisan ibunya. Gadis kecil itu masih duduk dibangku sekolah dasar, ayahnya adalah seorang penulis ternama yang kaya raya. Sehingga keberadaan Mayra disekolah menjadi pergunjingan teman-temannya yang notabennya kebanyakan berasal dari keluarga biasa saja. Mayra pulang pergi sekolah di antar jemput oleh mobil dan supir pribadi, dan yang seperti itu hanya Marya saja disekolahnya, maka tidak lah mengherankan apabila banyak teman Mayra yang merasa kesenjangan sosial itu terlalu jauh dan membuat gadis kecil itu akan bersikap angkuh. Mereka, teman laki-laki Marya disekolah melakukan intimidasi terhadap dirinya dengan melakukan pelecehan seksual. Hal itu agaknya membuat kondisi kejiwaan Mayra agak terganggu apalagi ditambah ayahnya yang selalu sibuk dan hampir jarang berada dirumah. Mayra sebenarnya membutuhkan sosok ibu yang dapat menyayangi dengan penuh kelembutan, namun sayangnya hal itu tidak akan pernah terjadi sebab tidak ada seorangpun yang tahu dimana ibu kandung Mayra sekarang berada.
Mayra gadis kecil itu terlalu lemah untuk mengalami segala kekejaman hidup, dia bahkan berkhayal pada saat memandangi lukisan jendela ia membayangkan dirinya bercinta dengan pria dewasa di tepian pantai, lalu ia pun membayangkan semua teman yang melakukan pelecehan terhadapnya dia potong bagian kemaluannya, sungguh imajinasi yang terlalu liar bagi seorang gadis kecil seusianya, lalu yang terakhir dia membayangkan dirinya dijemput malaikat malaikat kecil yang sangat cantik. Di akhir cerita Mayra ternyata bunuh diri dikamarnya sendiri, sungguh tragis.
 Perbedaan mencolok antara cerpen Wong asu dan cerpen Melukis jendela adalah dalam cerpen Wong asu agak bisa ditolerir tentang ke fulgaran gaya bahasa serta nyelenehnya jalan cerita si wanita yang membunuh orang hanya karena mendengar cerita yang ternyata fiksi, sedangkan di cerpen Melukis Jendela ada sebuah kejanggalan yang kentara sebab tokoh utama yang notabennya adalah gadis kecil yang secara umur belum bisa merasakan seksualitas, lagipula di kehidupan nyata pun tidak mungkin terjadi menginggat umur gadis kecil yang terlalu dini. Menurut saya itu saja yang menjadi perbedaan antara kedua cerpen karya Djenar Maesa Ayu ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar